Edisi lanjutan : Emmanuel Macron, Kemarahan Umat dan Kesucian Nabi Muhammad SAW

Dr. H. Moh. Syaeful Bahar, M. Si, Ketua Dewan Pendidikan Kab, Bondowoso (Foto : Tim Kreatif).

"Orang-orang Barat itu orientasinya adalah kemegahan dan kejayaan yang ukuran atas semuanya adalah kuasa atas ekonomi, kepemilikan pada materi atau kendali pada akses modal. Ukuran hebat bagi mereka ya hanya itu saja. Karena itu, kalau ingin membuat mereka jera, ya serang ke jantung kehormatan dan pertahanan mereka. Materi dan kekuatan ekonomi mereka yang harus kita serang. Jadi, boikot produk Prancis cukup efektif untuk membuat efek kejut atas penghinaan yang telah mereka mereka lakukan pada kita.” Sambungku.

“Tapi itu bukan solusi paripurnanya. Bukan dengan cara membalas kejahatan mereka, dengan memutus peluang komunikasi dengan mereka, bukan. Yang harus kita lakukan adalah terus memperkenalkan Islam pada mereka. Karena itu, ruang dialog menjadi sangat signifikan untuk dilakukan. Semakin Islam menjadi tema diskusi di Eropa, saya haqqul yakin, Islam akan semakin tersebar luas di Eropa. Kenapa begitu ? Karena Islam adalah ajaran atau agama yang paling rasional. Asal pakai akal sehat, orang kafir pun akan memahami kebenaran Islam. Tidak ada kitab suci serasional Al-Qur’an. Bagaimana mungkin Al-Qur’an memberikan informasi yang begitu sempurna tentang alam raya, sistem astronomi, sistem rotasi matahari dan bulan serta bintang-bintang ? Bagaimana Islam menceritakan peperangan antara Bangsa Roma dan Bangsa Persia begitu persis dengan catatan sejarah modern ? Bagaimana mungkin Al-Qur’an membicarakan tentang rahim, kelahiran dan sebagainya dengan sangat ilmiah ? Tak ada satupun temuan penelitian ilmiah atau teori modern yang bertentangan dengan Al-Qur’an. Karena itu, seandainya Islam dijadikan bahan diskusi, pasti mereka yang berakal sehat akan tertarik pada Islam. Nah, peluang itu--diskusi dengan akal sehat itu--sangat mungkin terjadi di Barat yang masyarakatnya terkenal rasional.” Jelasku lebih lanjut.

“Tapi kenapa Barat selalu menjadi musuh Islam, Ji ?.” Sergah Kang Parmin.

“Ya tadi itu, Kang. Selain mereka tidak paham Islam, secara politik-ekonomi mereka menilai bahwa Islam adalah ancaman bagi mereka. Buku yang menjelaskan hal itu misal adalah bukunya Samuel Huntington, Clash of Civilitasion. Dibuku tersebut dijelaskan bahwa pasca perang dingin musuh atau kompetitor Barat adalah Islam dan Timur.”

“Kelemahan umat Islam dalam hal penguasaan tekhnologi, kekuatan militer, kekuatan ekonomi menjadikan kita umat Islam di posisi inferior di hadapan mereka. Tapi, bukan berarti Islam yang kalah. Yang kalah adalah kita, umat Islam. Seandainya umat Islam ini sungguh-sungguh memperkenalkan Islam pada orang Barat, pasti mereka akan tertarik dan akhirnya akan senang berdampingan hidup bersama kita. Ini yang saya maksud, bahwa tugas kita adalah memperkenalkan Islam yang benar, Islam yang ramah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Maka, ketika dialog adalah pintu utama agar mereka paham Islam, posisi memusuhi mereka secara permanen kurang tepat.” Jelaksu lebih lanjut.

“Berarti kita berteman dengan mereka ? Wah, saya tidak setuju, Ji. Itu sama artinya menunjukkan posisi kita lemah, mau terus dijajah. Kita lawan saja agar mereka tahu bahwa kita bukan umat yang lemah.” Sengit Kang Parmin dengan semangat.

“Hahaha. Bukan, Kang. Bukan berteman dalam pengertian kita mentoleransi kesalahan mereka, tidak. Kita harus sampaikan pesan pada mereka bahwa sikap mereka salah dan kita tak senang dengan perlakuan mereka. Tapi, kita tetap harus optimis bahwa kesalahan mereka masih memiliki peluang untuk diluruskan. Dengan cara apa? Caranya adalah kita memperkenalkan Islam. Bukankah itu yang diajarkan oleh Rasulullah ? Kita tidak tahu akhirnya seperti apa ? Siapa tahu nanti atas doa dan hidayah Allah SWT, Macron yang sekarang kita caci maki akhirnya menjadi pembela Islam. Seperti kisah Khalid bin Walid yang menjadi pemimpin pasukan musuh dalam perang Uhud dan akhirnya menjadi panglima paling perkasa dalam sejarah Islam. Atau sejarah Wahsi sang pembunuh Sayyidina Hamzah di Perang Uhud. Karena penyesalan yang begitu mendalam, tentu juga karena hidayah dari Allah SWT, akhirnya Wahsi ditakdirkan menjadi salah satu pejuang dalam sejarah Islam. Wahsi dicatat sebagai pejuang Islam yang berhasil membunuh Musailamah al-Kadzdzab, nabi palsu yang hidup di zaman kekhalifahan sahabat Abu Bakar. Artinya, kita tidak tahu bagaimana nasib Macron suatu saat. Karena itu, ayo tetap kita doakan, semoga dia sadar atas kesalahannya dan semoga akhirnya dapat hidayah, aamiin.” Jelasku dengan panjang lebar.

“Lalu bagaimana dengan kehormatan Rasulullah SAW ?.” Sambung Kang Parmin kembali.

“Percayalah, kehormatan beliau tidak akan berkurang sama sekali. Apalah pengaruhnya perbuatan para pembuat karikatur tersebut pada kemuliaan Rasulullah SAW ? Bukan saja di mata Allah SWT, itu sama sekali tak akan merubah penghormatan Allah SWT pada Rasulullah Muhammad SAW, juga tidak akan mempengaruhi kecintaan kita pada beliau. Bahkan, sangat mungkin, kasus ini telah menambah dosis cinta kita pada Rasulullah SAW. Betul tidak ? Rasa tidak terima, rasa marah kita, bukankah adalah salah satu bukti bahwa kita mencintai beliau ? Agar marah kita ini masih dalam koridor ajaran Rasulullah SAW, ayo kita kelola marah ini dengan cara yang benar. Ayo kita atur ritme marah kita ini menjadi sesuatu yang produktif untuk Islam. Salah satunya, adalah menghindar dari provokasi murahan musuh-musuh Islam. Jangan kita terbakar oleh api marah sehingga kita lepas kendali dari ajaran Islam sendiri.”

Selesai


Penulis : Dr. H. Moh. Syaeful Bahar, M. Si

Editor : Muhlas

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN