GURU KEHIDUPAN

Dr (cand). Moh. Dasuki, S.Pd.l., M.Pd.I. salah satu dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Jember. (Foto : Tim Kreatif) 
Pada tahun 1990-an saya sudah kelas dua SD (Sekolah Dasar) Padasan II dan kelas dua MI (Madrasah Ibtidaiyah) Bustanul Ulum yang saat itu masuk sore sekitar jam 13.00 WIB. 

Di kelas satu MI saya mengenal Ustad Misyono, melalui metode mengajarnya ia mampu membangkitkan kelas dengan kompak melalui pelajaran-pelajaran yang dinyanyikan serta sesuatu yang membuat lucu karena contoh selalu diambil dari keseharian saya saat bermain.

Di kelas satu itu saya dibuat penasaran dengan Tulisan beliau yang harus dihafalkan tentang beberapa maqolah seperti Man Jadda Wajada, Salamatul Insan fi Hifdzil Lisan dan An-Nazhofatu minal Iman.

Saya tidak mengerti kenapa ini harus dihafalkan dan dibuat nyanyian bahkan sampai detik ini saya dan mungkin alumni yang lain masih hafal terhadap Maqolah dan sebagian Hadits itu.

Kemudian saya kelas dua, saya ketemu sosok Ustadz Taha, guru yang luar biasa buat saya, karena hampir Ustadz Taha tidak terlambat jika harus ngajar. 

konon meskipun dia seorang pekerja serabutan Desa, sosoknya konsisten terhadap kedisiplinan. Bila ketemu di saat ia bekerja disawah, pesannya pada saya, kie deggik masok (Dasuki, nanti masuk_Red). Dia yang ngajarkan saya tentang sifat-safat Wajib, Mustahil dan Jaiz Allah melalui Nadham-nadham yang ia nyanyikan dikelas. 

Kemudian setiap kamis sore biasanya ustadz Taha membuka tabir kelas, agar kelas satu dan dua secara kolektif membaca bacaan sholat yang dimulai Takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. 

Setelah membaca doa sholat, beliau meminta para murid-murid termasuk saya mengeluarkan jari-jari tangan untuk diperiksa kebersihannya, bagi yang tidak bersih mendapat hukuman. Kegiatan rutin ini dilakukan setiap kamis sore menjelang pulang.

Dari sosok ustad Misyono itulah saya mengenal arti kekuatan bersungguh-sungguh dalam belajar yang mungkin juga dalam ruangan kehidupan. 

Tidak bisa dibayangkan bila beliau tidak nulis dipapan dan mengajarkannya tentang 'salamatul insan fi hifdzil lisan' maka apa jadinya murid pada saat itu? pasti mereka saat ini akan ikut ramai-ramai melakukan ujaran kebencian di media Sosial

Sedangkan Ustadz Taha mengajarkan saya mendekatkan diri kepada Allah. Di waktu-waktu tertentu beliau mengajar tauhid, diwaktu tertentu pula dia memeriksa kebersihan Badan.

Ternyata yang dilakukannya cukup konsisten, karena ALLAH itu maha suci jadi pantas mahluknya harus bersih dan suci apalagi bila beribadah kepadaNya.

Dua Sosok hebat ini adalah Guru kehidupan, materinya tidak usah masuk Silabus dan RPP. Ia memberi sedikit tapi efeknya besar bagi kehidupan. 

Saya amat yakin beliau berdua orang yang amat ikhlas dan sabar, dan mungkin gajinya tidak seberapa atau tidak digaji pada saat itu. Tetapi Ustadz Misyono yang lucu membuat murid betah lama-lama dikelas, dan ustadz Taha dengan lirik-lirik lagunya menjadikan suasana kelas selalu merindukannya. 

Itulah mereka yang saya kenal sebagai guru kehidupan, semoga beliau selalu diberi kesehatan, umur panjang dan keluasan rejeki. 

SERI CERITA GURU TELADAN, 25/11 /2020, Selamat Hari Guru Nasional


Penulis : Dr (cand). Moh. Dasuki, S.Pd.l., M.Pd.I. salah satu dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Jember

Editor : Haris

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN