Story Santri ; Nakal juga Akalnya

Muhlas, Mahasiswa STAI At- Taqwa Bondowoso. (Foto : Tim Kreator) 

Dingin malam kian terasa. Tepat jam 20.30, kajian di pesantren usai. Pukul 20.30 sampai 21.00 kegiatan tambahan jam belajar bagi semua santri yang dibagi sesuai daerah asramanya. Ada daerah A, B, C, dan D. 

Ada pula beberapa orang yang tidak bergabung dalam sederetan kelompok belajar daerah itu. Pengurus, mengasingkan diri dari kelompok daerah belajar sesuai asrama itu. Mereka lebih memilih belajar di serambi musholla, duduk bersila dan melingkar, memutar paradigma bersamaku. 

Kerumunan pengurus ini kurang lengkap karena tidak adanya secangkir kopi dan sebongkah rokok Kuda Hitam--rokok yang menjadi santapan termasyhur di kalangan santri ketika sedang berada dalam fase ekonomi menipis, Rp. 5.000;- saja sudah dapat mengepulkan asap rokok bermerek Kuda Hitam. Padahal keduanya memberikan sentimen vital bagi lingkaran ini. 

Namun, apa boleh buat. Karena masih belum waktunya membeli kopi dan rokok, lurus-lurus saja perbincangan ini. Mengalir begitu saja, mulai dari pembahasan ini sampai ke pembahasan itu. Tiada berhenti.

Irfan, seorang santri yang berdomisili di Jember melontarkan pertanyaan aneh padaku setelah bel jam belajar terdengar nyaring sekali. 

'Teeeng, teeeng, teeeng'. Begitu suara bel jam belajar itu terdengar. 

"Nanti ketika hari kiamat semua makhluk kan mati, kak Las. Manusia dibangkitkan dari apa nanti dan berpijak pada apa?"

Aku kebingungan sebenarnya mau jawab bagaimana, karena pengetahuanku belum sampai pada itu. Terpaksa ku jawab melalui logika.

"Begini, Lek." Ucapku mengawali kalimat-kalimat yang akan ku tuahkan nantinya. 

"Manusia itu nanti dibangkitkan dari ruhnya, Lek. Karena, ketika manusia ini mati yang dicabut itu nyawanya bukan ruhnya. Nyawa dicabut tapi tidak dengan ruh. Contoh, orang yang baru meninggal itu terkadang ada yang bergentayangan, kan ? Berarti jasadnya saja yang meninggal ketika nyawa dicabut, ruhnya tidak mati. Nah, sekarang pertanyaannya, apakah ruh ini kekal ?." Sahutku nyerocos saja.

"Manusia ketika dibangkitkan itu berpijak pada Padang Mahsyar, Lek. Kita tahu bahwa nanti ketika Malaikat Isrofil meniupkan sangkakala yang pertama itu pertanda semua makhluk--manusia, hewan, setan, jin, gunung, dll--hancur. Pertanyaannya sekarang, Lek, siapakah yang menghancurkan Malaikat Isrofil ? Apakah Allah SWT yang langsung menghancurkan Malaikat Isrofil ? Atau ia menghancurkan dirinya sendiri ?." Imbuhku.

Sejurus pertanyaan mulai ku lontarkan untuk menghajar otak si anak Jember ini. Kebingungan ? Sudah pasti, jangan ditanya lagi. 

"Ruh kekal, kak Las. Tapi, nanti ketika hari kiamat, ia akan dihancurkan kemudian dibangkitkan kembali." Jawab Irfan sekenanya saja.

"Saya tidak tahu, kak Las, siapa yang menghancurkan Malaikat Isrofil. Mungkin Allah SWT yang langsung menghancurkan Malaikat Isrofil. Bukankah Allah SWT punya kehendak untuk itu ?." Imbuhnya.

"Mungkin saja begitu, Lek. Aku pun tak menahui tentang itu." Jawabku seadanya.

"Terkait dengan itu, Lek. Ada yang namanya nyawa, ruh, dan sukma. Sekarang kita bahas nyawa dan ruh ini. Apakah nyawa dan ruh ini beda ? Kalau beda, apa perbedaannya ?." Celetukku menambah kebingungan beberapa pengurus yang ikut andil dalam merumuskan perbincangan ini.

"Tidak sama, kak Las. Tapi perbedaannya itu yang tidak tahu, kak Las." Jawab Irfan juga yang lainnya.

"Kita kalau tidur, Lek, sebenarnya yang pergi atau hilang dari jasad kita itu ruh, Lek, bukan nyawa. Karenanya, orang yang tidur lalu bermimpi kencing--misalnya--ia akan kencing juga dalam alam nyata. Sebenarnya apa hubungannya antara alam mimpi dan alam nyata ? Mimpi kencingnya dalam mimpi tapi kencingnya di alam nyata." Paparku.

Semuanya diam, tak terdengar komentar lagi dari lingkaran manusia ini. Hanya suara santri yang belajar sesuai daerah asramanya itu yang terdengar saling sahut menyahut antar daerah. Ku pancing mereka lagi untuk mau berkomentar dengan sebuah pernyataan yang entah tidak tahu akan kebenarannya.

"Orang mimpi kencing pas kencing sungguhan itu, Lek, sebetulnya karena nyawa yang ada di dalam jasad manusia itu tidak dicabut oleh Malaikat Maut. Makanya, ruh bisa memengaruhi jasad manusia. Tapi, ketika nyawa ini dicabut dari jasad maka ruh tidak akan dapat lagi keluar masuk dan memengaruhi jasad."

"Berarti ketika orang meninggal itu hanya nyawanya yang mati, kak Las. Kalau ruhnya tetap hidup." Ucap Jailani yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan yang lebih di dominasi aku dan Irfan.

"Iya, Lek. Dalam kitab Dzikrul Maut itu kan ada bait yang intinya ruh melihat jasadnya yang mulai dibawa ke liang lahat. Juga, ada penjelasan bahwa setiap malam Jum'at ruh itu kembali pada rumahnya memantau anak cucunya yang ditinggal, apakah mengingatnya atau tidak."

Mereka hanya mangguk-mangguk seakan membenarkan apa yang ku katakan, padahal kesemuanya itu belum jelas kebenarannya. Karena ini menyangkut hal di luar nalar. Selanjutnya, ku mulai menggelitik pemikiran beberapa pengurus yang duduk melingkar itu dengan sebuah pertanyaan yang tidak kalah anehnya dengan pertanyaan si Irfan itu.

"Dalam kitab Daqoo'iql al-Akhbar ada penjelasan bahwa setelah Allah SWT menciptakan Nur Nabi Muhammad SAW maka Allah SWT menciptakan alam. Nah, alam ini ada dua, ada alam ghaib dan alam nyata." Paparku mulai menghidupkan suasana perbincangan ini.

"Alam ghaib, sesama alam ghaib bisa melihat satu sama lain. Namun, terlepas dari itu, alam ghaib juga bisa melihat alam nyata. Sedangkan alam nyata, sesama alam nyata bisa melihat satu sama lain. Tapi, alam nyata ini tidak bisa melihat alam ghaib. Sebenarnya ada apa dengan hal itu ? Andai kata boleh menggugat diri, alam nyata akan menggugat karena tidak bisa melihat alam ghaib sedangkan alam ghaib bisa melihat alam nyata." Imbuhku.

Sontak semuanya heran dan mulai memutarkan isi otaknya, mencari-cari jawaban yang belum pernah dipelajarinya selama ini. Khairul, seorang santri yang banyak dikagumi santri lainnya mencoba menerka-nerka kemungkinan dari pertanyaanku.

"Ada yang bilang, kak Las, bahwa kalau alam nyata bisa melihat alam ghaib, maka tak kan didapati ruang gerak bagi alam nyata karena saking banyaknya penghuni alam ghaib." Tutur Khairul.

"Kalau alam nyata tidak akan bisa mempunyai ruang gerak ketika bisa melihat alam ghaib, lalu bagaimana dengan alam ghaib yang bisa melihat alam nyata ? Kalau karena saking banyaknya penghuni, seharusnya alam ghaib juga tidak bisa melihat alam nyata. Karena berbicara penghuni ini, antara alam nyata maupun ghaib sama saja." Celetukku membuat si Khairul kebingungan.

"Aaah, pusing, kak Las. Hahaha." Semuanya tertawa sambil lalu mulai membubarkan diri satu persatu, karena jam sudah menunjukkan pukul 21 : 00 WIB. Memang sudah saatnya untuk mengakhiri perbincangan hangat ini.

Tak ku sangka bahwa mereka akan berfikir nakal seperti itu, selama ini pertanyaannya hanya tentang hukum-hukum Islam saja tapi kali ini sangat berbeda. Pertanyaan yang sangat memeras isi otakku. Namun, aku tak mau jika hanya aku sendiri yang memeras otak. Makanya, ku juruskan berbagai pertanyaan nyeleneh pada mereka serta tanggapan-tanggapan yang menggiurkan untuk difikirkan kembali.

"Kalau mau berfikir itu enak, Lek. Bisa sampai kemana-mana nantinya. Kalau kata Rene Descartes itu, Lek. 'Cogito, ergo sum' artinya 'Aku berfikir, karena itu aku ada'." Ujarku sambil lalu membubarkan diri dari serambi musholla.


Penulis : Muhlas

Editor : Gufron

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN