Tanah Cita-Cita 2

(Bertahan, atau Mundur

Ilustrasi, Sekolah Alam (Sumber : www.kompasiana.com
Serangan ocehan warga tiada henti dan bertubi-tubi menyerbu gendang telinga pak Rayhan. Ditambah dengan dukungan dari Kepala Desa, sehingga membuat warga semakin kuat untuk terus mengusik atas ketidaksepakatan akan model pembelajaran yang pak Rayhan susun sedemikian rupa. 

Warga terus bersikeras agar pak Rayhan mengundurkan diri menjadi kepala sekolah. Sebab, metodologi belajar yang diberikan kepada siswa-siswinya begitu aneh. Ke hutan, ke pantai dan pada intinya hablum minal alam. Sungguh masyarakat tidak berpikir luas. 

"Lihat kan pak Rayhan, apa responsif dari warga atas metodologi baru yang bapak gunakan." ujar bu Cita, pertama masuk sekolah sudah ada saja yang terjadi. 

"Sebagai seorang pemimpin memang sudah selayaknya wajar menerima hal-hal beginian. Jadi, tetaplah teguh pada pendirian." jawabnya dengan tenang. 

Baca juga : 

Keresahan bu Cita dan pak Sumaryo atas kekhawatiran terhadap pak Rayhan semakin menggebu-gebu. Dikarenakan jika hal tersebut terus diterapkan. Maka, akan berdampak terhadap siswa dan siswi beserta sekolah di Bima tersebut. 

Namun, keteguhan atas pegangan yang menjadi keputusan dalam diri pak Rayhan tidak sedikitpun luntur. Justru pak Rayhan terus mencari cara untuk para wali siswa dan masyarakat setempat percaya. Bahwa adanya metodologi baru dan meninggal metode konvensional dapat merubah paradigma siswa lebih baik ke depannya. 

Matahari bersinar terang, pagi pun datang menerangi isi bumi. Pak Rayhan kepala sekolah yang bijak dan teguh pendirian terus melakukan aktivitas sekolah bersama kelas 5 di sebuah hutan dekat sekolah tersebut. 

Pak Sumaryo dan Pak Rayhan bersama dengan siswa kelas 5 memutuskan untuk menanam tanaman hijau di belakang sekolah. Dengan tujuan agar sekolah tersebut terlihat lebih asri dan lestari. 

Namun, sebelum hal itu dilakukan. Pak Rayhan bersama siswa lainnya pergi ke hutan untuk melakukan observasi alam. Dengan mengajak siswa dan siswi untuk bertemu langsung dengan bapak-bapak yang sedang bekerja disana. Harapannya, agar mereka bisa mengetahui tanaman apa yang cocok untuk ditanam di belakang sekolah nantinya. 

Tanpa disangka, ada salah satu murid yang bernama Bima. Kakinya yang luka parah sehabis jatuh disaat melakukan observasi alam. Namun, asa dalam dirinya terus berkobar. Padahal bapaknya sudah melarang dirinya untuk tidak usah masuk sekolah. 

Selain itu pula, Kepala Desa yang senangnya memengaruhi warga agar anaknya tidak sekolah lagi di sekolahnya Pak Rayhan tersebut. Akan tetapi, semua ini tidak mematahkan keputusan Bima yang memiliki semangat dan cita-cita tinggi yang harus terwujud di tanah cita-cita ini. 

Akhirnya, Bima pacu kudanya melewati pelantaran pantai yang panjang. Bima sampai pada sekolah tepat pada waktunya. 

Suasana mulai memanas, pada saat ayah Bima yang tidak setuju jika dirinya berada di sekolah tersebut. Hati seorang ayah mulai teeketuk di saat Bima berkata

"Pak saya ingin menjadi orang yang cerdas dan Pinter. Agar bisa merubah nasib saya. Saya ingin ibu bangga pada Bima." ujarnya sembari meneteskan air mata dan memeluk ayahnya. 

"Iya nak, maafkan bapak."

Suasana panas kini merubah menjadi dingin seketika. Seketika itu pula, pak Rayhan mulai lega karena satu demi satu metodologi yang diberikan terbuka. Bahwasanya ini bukanlah metodologi sembarangan tanpa perencanaan yang matang. 

Bersambung…. 


Penulis : Maulana Haris, Mahasiswa STAI At- Taqwa Bondowoso

Editor : Gufron


Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN