Kartini Milenial Tak Perlu Barat Sentris

RA. Kartini, Pahlawan Nasional dan Pelopor Feminisme Di Indonesia, (Foto : Tim Kreatif) 
Perempuan dalam balutan sejarah Besar dunia selalu mendapat kelas Nomer dua setelah kaum pria, bahkan pada periode Arab Pra Islam Perempuan hanya diposisikan sebagai komuditas budak dalam banyak hal baik budah kerja dan budak sex, sehingga saat itu menjadi aib bila wanita-wanita yang hamil melahirkan perempuan.Tentu kondisi ini menjadi hari-hari yang cukup berat bagi perempuan yang diposisikan diri sebagai binatang peliharaan para Raja-raja.

Jadi, Rasul-Rasul Allah itu selain membawa Risalah Tauhid, mereka juga membawa misi besar untuk mengembalikan posisi mulia Ibunda Hawa sebagai pendamping Adam dalam membangun peradaban Dunia. Itulah salah satu misi profetik kenabian yaitu membebaskan perempuan dari segala jerat kepentingan penindasan yang dilakukan oleh jahiliyah maskulinitas kuno saat itu. 

Perempuan pada kasus pribumi Telah tercatat kiprah besarnya sebagaimana R. A. Kartini dalam membebaskan para kaum Hawa pribumi dari tirani kolonial. 

Kartini berhasil membawa perempuan keluar dari marjinalisasi kultur dominatif dengan mengembangkan nalar-nalar wanita Eropa yg sudah berfikir lebih maju kedepan dibandingkan dengan wanita-wanita pribumi saat itu. 

Korespondensinya dengan Wanita Eropa telah melahirkan kekuatan baru untuk melawan penindasan terhadap kaum perempuan pribumi, sehingga pada akhirnya Wanita pribumi mendapatkan hak-haknya untuk mengisi Ruang-ruang kehidupan yg sama secara egaliter dan emansipatoris dengan kaum pria. 

Baca Juga :

Kartini tentu bukan satu-satunya malaikat bagi kaum hawa pribumi-Indonesia, masih banyak para pejuang perempuan Indonesia yang berandil besar dalam perjuangannya serta mempertahankan jati diri dan kedaulatan Bangsanya, hanya saja mereka kurang mendapat tempat atau tidak direkam oleh tinta emas sejarah. 

Para perempuan-perempuan Desa telah melahirkan para tokoh pejuang dijamannya, perempuan-perempuan itu berhasil mendirikan Madrasah-madrasah kehidupan hingga melahirkan para ulama-ulama' besar dan para pemimpin Nusantara. Berkat keuletan dan prestasi perjuangan mereka, para Generasi-generasi ini yg akhirnya membawa Indonesia keluar dari kejamnya kolonialisme. 

Kartini bersama wanita pejuang lainnya berhasil mengangkat derajat para kaum Hawa pada maqom yang lebih terhormat. Dalam Islam sekolah utama/madrasatul Ula adalah keluarga, sedang ibu adalah guru pertamanya. Jadi Ibu-ibu pribumi yang lain juga berkontribusi besar dalam etalase perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. 

Ufuria hari kartini tidak hanya diperingati dengan ajang serimonial simbolik tahunan dengan bunga-bunga, feshion baju kebaya dan konde serta acara serimonial lainnya. Sukses perempuan mendapatkan hak-hak publiknya dengan gerakan Genderasasi itu, tidak berarti mereka bebas dari penindasan pada saat ini, mengingat masih banyak perempuan yg dijadikan sebagai komuditas ekploitatif untuk kepentingan Imprealisme dengan wajah barunya.

Para perempuan menjadi Magnet tersendiri bagi perebutan-perebutan strategis kekuasaan, ekonomi dan budaya yg disana ada perempuan sebagai Alat untuk mendongkrak kepentingan bisnis, politis bahkan kepentingan ideologis. 

Kartini Milenial tidak harus Barat sentris, Artinya sebagaimana R.A Kartini tempo dulu yg hanya menempatkan nalar perempuan Eropa sebagai landasan ideologis dalam memperjuangkan hak-hak sewajarnya dari kaum perempuan. 

Kartini milenial tidak cukup hanya berjuang untuk menegakkan khalifah Gender dalam ruang kehidupan, tetapi mereka harus keluar dari arus besar globalisme yg memaksa para wanita Indonesia sama dengan wanita Eropa-Emarika baik style dan Way kehidupannya. 

Nalar perempuan Nusantara berbeda dg Nalar perempuan Barat, jadi perempuan Indonesia harus kritis dengan fenomena unitasi perempuan global bikinan Barat tersebut, perempuan Indonesia jauh lebih terhormat bila masih berpegang teguh pada nalar jati diri Bangsanya sendiri. 

Kartini milenial harus menguasai sains dan teknologi dengan tidak lupa diri pada jati diri perempuan Nusantara. Perempuan mellinial harus berlomba-lomba untuk ikut menjadi corong perubahan bangsa yang lebih beradab. problem korupsi, narkoba, degradasi moral dan Menjamurnya paham radikal, menjadi Pekerjaan besar perempuan Mellinial saat ini.

Oleh sebab itu momentum hari Kartini 21 April ini dapat dijadikan sebagai muhasabah perempuan Indonesia untuk lebih baik lagi kedepan dalam memperjuangkan dan melawan setiap bentuk ekploitasi serta andilnya dalam mendorong Indonesia menjadi Bangsa yang Bermartabat tanpa harus membebek seluruhnya pada Barat.

REFLEKSI HARI KARTINI, 21/4/2021


Penulis : Dr. Moh. Dasuki, S.Pd.l., M.Pd.I. salah satu dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Jember

Editor : Gufron

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN