Pertahanan Sidang Skripsi, Lebih Mengerikan Daripada Pertahanan Grendel Timnas Italia

Firmansyah Muhammad, Aktivis PMII, Alumni PKPNU IV PC LTN NU Bondowoso
Perjalanan empat tahun itu sungguh melelahkan sekali. Anda memang tidak dipaksa untuk berjalan kaki atau disuruh berlari, tidak. Anda hanya cukup duduk, mendengarkan dan berbicara sesuai kapasitas kemampuan anda.

Pembayaran terakhir kuliah adalah dengan menyegerakan skripsi anda kelar sak revisi-revisiannya. Tapi itu gampang kalau ingin cepat selesai. Sekedar saran untuk teman-teman yang belum selesai tugas akhirnya, jika anda ingin segera menyelesaikannya hanya ada satu syarat, 'Gak usah tolah-toleh ke hape dan whatsapp gitu aja. Paksa selesai aja, secepatnya'. 

Ada harapan besar kalau nanti sidang skripsi saya selesai lebih awal. Supaya tidak kepikiran ke skripsi yang sudah lama dianggurin dan agar tidak banyak beban yang menumpuk di kepala saya, Harapannya.

Tapi itu harapan yang tidak begitu valid rupanya. Semua harapan itu sia-sia untuk waktu dua minggu ke depan. Tugas saya sebagai orang yang sudah purna menyelesaikan tugas akhir ini, ternyata masih harus bergumul lagi dengan tugas mulia yang paling akhir, yaitu sebagai seorang editor naskah skripsi saya sendiri.

Perjalanan saya mengikuti ujian skripsi di akhir pekan kemarin, terbilang cukup heroik. Demi selembar kertas persyaratan saya harus mondar-mandir ke kampus mulai dari rumah ke bank, ke kampus dan eee satu lagi yang lupa ke fotocopyan dan ke kampus lagi. Bolak-balik ke ruang TU waktu itu adalah hal yang paling tidak bersahabat dengan keinginan saya.

Dua hari ke kampus, dua hari pula saya disuruh menunggu. Maklum staf TU bagian yang mengatur transkip nilai pada waktu itu tidak masuk, karena sakit. Dalam hati kecil saya berkata 'Aduh, waktu sakitnya bapak tidak tepat'.

Baca Juga : 

Hari itu, saya sudah merasa tidak punya sahabat lagi. Bahkan dengan waktupun sepertinya enggan bersahabat. Ia terus melaju kencang, menuju pukul 17 : 00 WIB. Tidak ada yang berani menghalang-halanginya lagi. Saya masih terus berpacu dengan sesuatu yang tidak bersahabat itu.

Pengumumanpun tiba, "anak-anak ayo silahkan menuju ruang A5 untuk mengikuti pembekalan ujian besok". Dengan perasaan setengah putus asa. Namaku belum terpampang di papan pengumuman ujian skripsi besoknya.

"Haruskah saya menerima kenyataan kedua kalinya gagal mengikuti ujian skripsi?" tanyaku seorang diri.

Tentu saja aku langsung menghampiri Pak Jack (nama samaran), lalu menanyakan keikut sertaan saya besok sambil lalu berharap kelapangan hati Pak Jack untuk menerima saya sebagai peserta ujian terakhir yang mendaftarkan diri. Tapi benar dugaan saya, hal itu tidak akan ada gunanya. Pak Jack tidak memberiku keringanan, "persyaratan harus dilengkapi dulu," begitu katanya.

Saya menghubungi Bapak Kaprodi, jawabannya masih sama dengan kemarin. "Harap tenang mas, nanti saya ambilkan transkip nilai anda," katanya.

Hatiku sebenarnya sudah bosan membaca tulisan yang maknanya menunggu.

Disaat harapan sudah mulai pupus satu persatu, datanglah pertolongan Tuhanku yang tiada ku sangka sebelumnya, Pertolongan disaat sangat dibutuhkan.

Bu Jus mungkin telah diberikan petunjuk selepas ia melihat saya yang mondar mandir di ruang kerjanya. "Dek, kesini dulu. Mungkin ada disini, transkip nilainya," katanya sedikit menenangkanku

Setelah dua menit mencari transkip nilai. Ternyata benar nilai saya masih tertata rapi dalam lembaran penilaian bersama dengan milik teman-teman sekelas. 

"Kenapa tidak dari kemarin-kemarinnya Bu Jus, membuka dokumen yang ada di map warna abu-abu itu," ujar saya dalam hati yang kesal sekali. 

Saya tahan amarah itu, agar tak terjadi konflik berkepanjangan ke depannya. 

Akhirnya saya pun berhasil mengikuti dan ditok menjadi peserta sidang skripsi putaran ke IV. Tak ada perasaan yang paling membahagiakan selain rasa syukurku, mengikuti ujian akhir ini.

Dengan penuh rasa percaya diri, saya melenggang ke kampus ke esokan harinya. Tentu sudah dengan berpamitan kepada orang tua, sepaket dengan restunya. Itu pula yang membuat saya bertambah yakin bahwa ujian skripsi ini akan berjalan dengan lancar dan mudah.

Setelah lama menunggu giliran dipanggil masuk ke ruang eksekusi bagi mahasiswa lainnya. Akhirnya nama saya dipanggil juga untuk segera mempersiapkan diri menjadi peserta terakhir ujian sidang skripsi siang itu.

Dengan penuh rasa percaya diri yang membumbug tinggi dan modal judul skripsi yang boleh dikatakan bagus. Aku merasa diatas angin. Semuanya pasti bisa saya jawab.

Namun, setali tiga uang. Harapan dan kenyataan memanglah benar-benar beda. Judul boleh bagus, tapi para penguji rupanya lebih dari apa yang aku bayangkan pertanyaaannya.

Serangan pertama langsung sangat menekan pertahanan saya. Tak memberi ampun, mereka melancarkan pertanyaan bertubi-tubi. Mulai dari sisi kanan dan kiri pertahanan. Serangan berikutnya pun tak kalah cantiknya dengan pola pertanyaan yang berbeda-beda. 

Sesekali saya melakukan penguasaan permainan dengan jawaban-jawaban ciamik. Dengan sedikit memamerkan skil olah kata, namun tak bertahan lama. Mereka benar-benar dominan sekali dalam ruangan itu.

Serangan-serangan berikutnya, memaksa saya bermain bertahan dalam ruangan yang perlahan-lahan mulai pengap itu. Suara-suara pertanyaan para penguji mulai tak ku perhatikan lagi serangannnya. Saya melakukan tak tik paling ampuh menurut saya dan bahkan lebih mengerikan dibandingkan pertahanan timnas italia dengan pertahanan grendelnya dalam usaha meredam serangan pertanyaan mereka. 

Kalau salah bilang iya saja, tanpa perlu ngeyel dan lain-lain. Rupanya tak tik itu sangat ampuh dan membuat tim penguji mengendorkan serangannya.

Lanjut Baca : 

Akhirnya satu babak penuh selama 45 menit pertarungan dalam ruangan itu ku habiskan dengan bersusah payah menahan gempuran tim penguji. Di menit-menit akhir pertandingan final itu. Akhirnya ketua penguji mengambil alih pertandingan dengan meminta kedua belah pihak untuk sama mendengar aba-aba darinya.

"Kita simak baik-baik, dan perlu disikapi lebih serius. Demi kebaikan bersama, dan juga kami berempat telah bersepakat dalam persidangan kali ini bahwa saudara Firmansyah, telah dinyatakan lulus," ucap ketua penguji itu. 

Akhirnya peluit panjang pun ditiup dengan ucapan hamdalah bersama "Alhamdulillahirabbil alamin".


Penulis : Firmansyah Muhammad, Aktivis PMII, Alumni PKPNU IV PC LTN NU Bondowoso

Editor : Gufron

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN