Inggris Vs Pasukan Santri di Surabaya

Ilustrasi santri, (Foto : Tim Kreatif)
Perang 10 November antara pasukan Inggris dengan pasukan santri merupakan pertempuran yang tidak seimbang dari segi persenjataan dan pengalaman. Inggris menggunakan alutista paling modern sementara pasukan santri dan arek Surabaya menggunakan senjata dan amunisi terbatas dari pasukan Hizbullah dari hasil merampas persenjataan tentara Jepang.

Dari segi jumlah pasukan santri dan pejuang Surabaya dengan pasukan sekutu mencapai empat banding satu. Jumlah korban Indonesia mencapai 5% dari keseluruhan pejuang, sedangkan Inggris hanya kehilangan 1% tentaranya, termasuk Mallaby.

Sejak tiba di Surabaya, pasukan sekutu dari Brigade 49 sangat sombong dan sangat percaya diri karena mereka baru saja mengalahkan salah satu pasukan terkuat di dunia yaitu pasukan Jepang dari pertempuran Birma sampai Semenanjung Malaya.

Baca Juga : 

Brigadir Mallaby tiba di Surabaya dengan membawa Batalyon Infanteri Maratha yang terlatih dalam perang kota dan Batalyon Rajputna yang mampu menjadi pasukan penghancur dengan senapan mesinnya yang juga dilengkapi kendaraan lapis baja, angkutan militer dan para dokter dan perawat.

Anggota brigade ini terdiri dari orang-orang India yang berdinas dalam militer Inggris. yang bersorban biasanya orang Sikh, yang sering dianggap orang Gurkha yang biasanya bermata sipit dan tak bersorban. 

Pasukan ini menganggap pasukan Hizbullah dan arek Surabaya tak terlatih memegang senjata dengan baik. Mereka tidak tahu bahwa pasukan Hizbullah yang terdiri dari jejaring santri telah dilatih perang oleh Jepang dalam pelatihan Pasukan Peta.

Pada 30 Oktober 1945 kerusuhan di depan Gedung Internatio menewaskan Jendral Mallaby yang membuat Inggris marah dan melakukan balasan tanpa ampun pada 1 November 1945.

HMS Sussex muncul di Pelabuhan Tanjung Perak dengan kapal yang akan mengangkut orang-orang sipil Eropa yang baru dibebaskan dari camp tawanan Jepang. Jumlahnya sekitar enam ribu hingga delapan ribu orang bekas tawanan Jepang. Selain itu, mereka juga membawa persenjataan modern dan tank-tank raksasa.

Selain ribuan pasukan darat tank, panser dan meriam-meriam artileri juga diturunkan dari kapal. Tewasnya Mallaby memubuat Inggris naik pitam dan mendatangkan Divisi V Malaya. Tak ketinggalan juga armada Laksamana Peterson yang terdiri satu kapal penjelajah dan tiga perusak.

Menurut catatan Inggris saat menyerang Surabaya tanggal 10 November dengan menggunakan satu divisi, satu brigade serta Angkatan Udara dan Angkatan Lautnya.

Sebelumnya pada 1 November 1945 Inggris mendaratkan 1500 pasukan melalui kapal HMS Cavalier dan HMS Carron. Dua hari kemudian, Panglima Divisi Infanteri Inggris India Kelima mendarat bersama 24 ribu prajurit yang diperkuat panser, tank dan meriam. 

Sedang sisa-sisa pasukan Mallaby masih ada sehingga kekuatan Inggris mencapai sekitar 31 ribu prajurit. Pada tanggal 9 November 1945 Jenderal Mansergh memberi ultimatum agar orang-orang Indonesia di Surabaya segera menyerahkan senjata paling lambat pada pukul 6 pagi 10 November 1945. Mansergh juga menuntut agar orang yang bertanggungjawab atas tewasnya Mallaby diserahkan kepada Inggris sebagai wakil sekutu di Surabaya. 

Ultimatum itu disebar dari udara ke penjuru kota. Jakarta tidak berdaya dan menyerahkan masalah ini ke orang-orang Surabaya. Bung Tomo minta petunjuk KH. Hasyim Asy’ari dan beliau memerintahkan Bung Tomo mengumumkan perang lewat radio sementara KH. Hasyim Asy’ari menyiapkan pasukan santri yang telah terkonsolidasi dan siap tempur sampai mati pasca fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober. 

Kemudian Anderson Mansergh mengeluarkan perintah menyuruh semua perempuan dan anak-anak harus sudah meninggalkan kota sebelum pukul 7 malam tanggal 9 November.

Dendam militer Inggris sudah tampak. Setelah pembicaraan tingkat tinggi di pihak Republik Indonesia, akhirnya Gubernur Soerjo melalui radio pada pukul 11 malam menolak ultimatum Inggris dan memutuskan Surabaya akan melawan sampai titik darah penghabisan. 

Saat itu pasukan darat Divisi Kelima sudah ada di kota Surabaya. Maka sejak pukul 06.00 tanggal 10 November 1945, Inggris mempertontonkan persenjataan modernnya pada Indonesia. Kapal-kapal perang Kerajaan Inggris dan juga pesawat armada udara Inggris memuntahkan peluru-pelurunya ke daratan Surabaya. Hingga senja, sepertiga Surabaya sudah diduduki militer Inggris.

Surabaya diberangus dengan membabi buta.  Pasukan Inggris memuntahkan tembakan-tembakan, pasukan Divisi Kelima Inggris dengan mudah menguasai kota tapi para pejuang Surabaya berusaha mati-matian mempertahankan kota dengan senjata seadanya yaitu 37 ribu pucuk senjata api lengkap dengan pelurunya yang dibagikan ke kelompok pemuda.

Senjata ini adalah rampasan Jepang. Sisanya menggunakan bambu runcing yang dibuat Kiai Subkhi dan sisanya lagi menggunakan pentungan pisau dan alat-alat lain.

Kota Surabaya menjadi palagan perang tak seimbang antara pasukan modern melawan pasukan Hizbullah bersama arek-arek Surabaya. Gerakan tank raksasa dihadang meja kursi di jalanan, pesawat-pesawat tempur meraung-raung di angkasa dengan memuntahkan ratusan bom.

Di jalan-jalan bukan saja pejuang yang mati berserakan tapi juga kuda-kuda, dan kucing-kucing serta anjing-anjing bergelimpangan di selokan. Gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, bahkan rumah rumah terbakar.

Dunia mencatat pasukan Hizbullah dan arek-arek pejuang Surabaya bukan saja berani tapi gila. Mereka bukan berani mati, tapi ingin mati. Ya, itulah efek dari fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari bahwa membela negara itu jihad dan mati syahid.

Bagaimana tidak gila arek Surabaya melawan 30 ribu serdadu Inggris-India dengan pesawat dan tank modern, apalagi Batalyon Rajputna dipersenjatai senapan mesin yang bisa memberondong banyak orang Indonesia yang tak jelas persenjataannya. Sementara arek-arek Surabaya membawa pentungan pisau dan bambu runcing.

Baca Juga : 

Ada yang memprediksi pasukan pejuang hanya 20 ribu orang yang terdiri dari mantan peta yang menamakan diri Hizbullah dan mantan KNIL ditambah 100 ribu non militer yang terdiri dari arek Surabaya dan daerah-daerah lain yang masuk ke Surabaya di bawah jejaring pesantren atas perintah KH. Hasyim Asy'ari.

KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan bahwa wajib atau fardu ‘ain datang ke Surabaya bagi orang yang sudah akil baligh. Konsolidasi perang semesta ini para kiai, mantan pasukan peta mengikuti buku pedoman tentara HAIHO Jepang, sehingga gerakannya efektif dan terorganisir.

Sebenarnya perang ini terjadi sekitar tiga minggu dan saat pasukan Hizbullah puasa Ramadhan. 

Terima kasih KH Hasyim Asy’ari, Bung Tomo, pasukan Hizbullah, arek-arek Surabaya dan para pejuang yang kami tidak tahu namamu, tapi aku yakin tidak satupun darimu yang dilupakan Tuhan.


Sumber : Akun Facebook Maulana Sholehodin

Editor : Muhlas

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN