Emmanuel Macron, Kemarahan Umat dan Kesucian Nabi Muhammad SAW

Dr. H. Moh. Syaeful Bahar, M. Si, Ketua Dewan Pendidikan kab. Bondowoso (foto : Tim Kreatif) 


“Kapan kita mau turun jalan Ji? Kita harus jelas. Kita harus tegas, berada di posisi membela sebagai bentuk bukti keimanan kita atau kita diam sehingga kita dapat predikat umat paling lemah imannya?, " kata Kang Parmin dengan semangat yang membara.

Saya menyangka, pasti ini berkaitan dengan Kartun Rasulullah saw di Perancis.

“Terkait kartun Rasulullah saw di Perancis ya Kang?,” sahutku menimpali.

“Ya benar, apalagi kalau bukan itu. Semua Negara Islam di dunia sudah bergerak. Indonesia gak jelas, kelihatan sekali kalau rezim yang ada sekarang ini berpihak ke musuh-musuh Islam!”, geram Kang Parmin.

“Wah, gak usah ke pemerintah kita, apa hubungannya dengan Pak Jokowi? Sampean ini gak selesai-selesai. Urusan Pilpres sudah lewat, nyatanya jagoan sampean kalah, dan sekarang malah masuk kabinet !," sergah Mas David menimpali.

Ait….jika dibiarkan, dua orang beda orientasi politik ini bisa debat kusir hahaha. Rivalitas mereka sudah masuk kategori nemmen, akut, mendekati kategori abadi hahaha. Harus ada intervensi agar diskusi tidak jadi debat kusir.

“Yang akan kita diskusikan yang mana? Masalah di Perancis kan? Atau reaksi umat Islam? Atau terbatas reaksi umat Islam di Indonesia dan sikap pemerintah? Kita batasi dulu, agar diskusinya fair, terarah dan yang terpenting produktif menghasilkan sesuatu yang bermanfaat”, potongku dengan segera.

“Mulai di Perancis saja Ji, lalu berikutnya mungkin mengarah pada pertanyaan, bagaimana seharusnya reaksi kita?,” sahut Cahyo.

“Kasus di Perancis itu berawal dari pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan bahwa menggambar karikatur Nabi Muhammad adalah bagian dari kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Pernyataan ini bermula dari sebuah kejadian sebelumnya, yaitu 'pembunuhan' seorang guru yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada siswa-siswinya dengan ekspresi merendahkan ajaran Islam. Karikatur ini dimuat oleh sebuah majalah satir, Charlie Hebdo. Charlie Hebdo ini sudah berulang kali meluncurkan karikatur Nabi Muhammad. Tahun 2015 terjadi penyerangan ke kantor majalah ini karena kasus yang tak jauh berbeda.  Pendek cerita, salah seorang murid yang kebetulan beragama Islam tak terima atas oleh guru tersebut dan akhirnya terjadilah pembunuhan itu. Kita harus hati-hati memperhatikan kasus ini. Memilah dan memilih dengan hati-hati, Jangan sampai karena alasan membela sebuah keyakinan kita akan mencederai kebenaran kita sendiri. Misal, karena bermaksud membela Islam, membela Nabi Muhammad lalu kita membenarkan pembunuhan misalnya, menyerang kelompok lain dengan membabi buta dan seterusnya. Atau sebaliknya, karena merasa harus menjunjung kebebasan berpendapat, menghargai perbedaan, lalu kita sama sekali tak tergerak untuk menyesalkan atas kejadian di Perancis dan tak ikut mengutuk kebebasan pers Perancis yang mencederai umat Islam sedunia," Jawabku panjang lebar.

“Lalu bagaimana Ji ?”, apa kita akan diam? Di mana kita akan taruh wajah kita kelak di akhirat ketika bertemu Rasulullah ? Betapa malunya kita yang ngaku-ngaku umatnya, begitu bangga menyanjungnya, bahkan melakukan pembacaan Maulid hingga 40 hari berturut-turut tanpa waktu. Ironi jika kita diam dan hanya menyaksikan umat Islam sedunia berjuang melawan kemungkaran negara-negara barat. Ini sangat memalukan. Kita harus marah, ini berkaitan dengan kehormatan kita, kehormatan umat Islam”, protes dan tanya Kang Parmin dengan ketus.

“Hehehe, ia sabar Kang. Tuduhan negara-negara Barat ke Islam adalah ‘ajaran yang penuh kekerasan’, isunya Islam adalah agama radikal, agama para teroris, tidak ramah Gender, agamanya orang-orang bodoh, umatnya hanya pandai mempergunakan otot bukan otak, miskin-miskin, yang semua ajarannya berdimensi kekerasan dan seterusnya. Maka, jika kita melakukan reaksi dengan cara-cara yang mengarah pada tindak kekerasan, itu sama artinya kita membantu kampanye mereka, dan sama halnya kita membenarkan tuduhan mereka. kita juga telah terjebak pada kampanye mereka, dan itu sama artinya kita telah mencoreng Islam sendiri, kita yang merusak Islam sendiri. Bukankah Islam itu agama yang ramah, agama yang penuh dialog, agama yang menghormati perbedaan. Itu yang saya maksud, harus hati-hati, jangan sampai niat membela Islam malah menjebak kita pada perbuatan-perbuatan yang merusak Islam”, jawabku mendinginkan.

“Tapi jika tak melawan, kita akan terus dipermainkan dan dipermalukan Ji’, debat Kang Parmin dengan sengit.

“Benar Kang, jika umat Islam tak bergerak, maka kita akan dianggap lemah. Kita akan terus dipermainkan oleh mereka musuh-musuh Islam. Maksud saya, kita harus cerdas memilih bentuk perlawanan ini. Cari strategi yang paling kerren, strategi yang dapat menunjukkan pada dunia bahwa Umat Islam akan bersatu ketika kehormatan nabinya diusik. Misal himbauan boikot semua produk Perancis, menurut saya lebih keren daripada memprovokasi dan membakar marah umat Islam yang dapat melahirkan rantai kekerasan lainnya”, tambahku.

Bersambung...

Penulis : Dr. H. Moh. Syaeful Bahar, M. Si

Editor : Gufron

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN