Karomah Kiai As'ad Syamsul Arifin; Memecah Badan dan Mengetahui Turunnya Hujan

Muhammmad Fauzan, Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo
Di Timur Pulau Jawa, masyhur sesosok figur kenamaan, seorang kiai kharismatik, pengasuh pesantren kondang, dengan asma mulia KHR. As’ad Syamsul Arifin. Ya, nama besar kiai yang juga menyandang sebagai pahlawan nasional itu memang banyak hal melatarbelakangi. Diantaranya adalah anugerah karomah yang melekat pada jiwa mulianya.

Ihwal karomah pada seorang Kiai As’ad, bagi sejumlah orang mungkin tak asing dengan kelebihan-kelebihan luar biasa, yang tak sama layaknya insan pada umumnya. Banyak orang, santri, bahkan beberapa kiai menutur, bercerita, perihal fenomena yang bisa dikatakan langka, namun fakta bagi Kiai As'ad.

Kisah yang dirasakan Mas’ud, misalnya. Konon, santri yang biasa bertugas melayani keperluan Kiai As’ad ini dibuat takjub berulang kali saat mengetahui kelebihan pada penggagas pertama Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah itu.

Baca Juga : 

Alkisah, suatu ketika Mas’ud diajak Kiai As'ad untuk melihat pekerja yang tengah membangun gedung madrasah di sebelah barat kantor asrama. Kiai As’ad yang termasuk tipikal kiai perokok, melihat kantong bajunya sudah kosong dari sebiji rokok pun. Beliau langsung menyuruh Mas’ud yang berada di sampingnya untuk mengambilkan sebungkus rokok di atas pintu kamar pribadi beliau.

Mas'ud langsung sigap dan cepat berlari menuju kamar pribadi Kiai As'ad untuk mengambilkan rokok setelah mendengar titah itu. Jarak antara pembangunan gedung madrasah dengan kamar pribadi Kiai As'ad lumayan jauh, berkisar 300 meter lebih. Jarak yang lumayan jauh itu membuat Mas'ud harus melewati sudut-sudut madrasah dan asrama putri sebelum sampai ke kamar pribadi Kiai As'ad.

Tak jauh saat mendekati kamar pribadi Kiai As'ad, Mas'ud mulai merasakan sebuah keanehan. Ia melihat Kiai As'ad di samping kamar pribadinya memberikan wejangan tentang kebersihan kepada santri putri. Padahal, tadi Kiai As'ad berada di tempat pembangunan dan memerintahkan Mas'ud untuk mengambilkan rokok di kamar pribadinya, tepatnya di atas pintu kamar.

Rasa kaget itu secepatnya Mas’ud hentikan, karena perintah untuk mengambil rokok harus segera ia tunaikan. Dengan perasaan yang masih ganjil, Mas’ud meneruskan derap langkahnya menuju kamar pribadi Kiai As'ad untuk mengambil sebungkus rokok tadi. Tepat di bibir kamar, Mas’ud benar-benar terkejut dan kaget bukan kepayang. Pasalnya, ia juga melihat Kiai As’ad membaca kitab di dalam kamar pribadinya.

Baca Juga :

Mas'ud semakin kaget dan terus bertanya-tanya melihat kejadian itu. Ia terdiam sejenak, lalu mengurungkan niatnya untuk mengambil sebungkus rokok yang diamanahi Kiai As'ad. Ia mengurungkan niatnya karena beranggapan Kiai As'ad sudah mengambil rokoknya sendiri yang sebelumnya diamanahkan kepada dirinya.

Karena anggapan itu, Mas’ud sedikit lega. Sebab, titah Kiai As'ad ia anggap telah purna. Kemudian ia kembali berjalan menyusuri madrasah dan asrama putri menuju tempat semula, tempat pembangunan gedung madrasah yang sebelumnya ia mendapat titah dari Kiai As’ad.

Tak jauh dari tempat pembangunan, Mas'ud dikagetkan kembali dengan peristiwa aneh. Perasaannya yang semula sedikit lega kini mulai berkecamuk. Ia tidak percaya dengan yang lihatnya. 

Beberapa menit yang lalu ia menyaksikan Kiai As'ad memberi wejangan di samping kamar pribadinya kepada santri putri, kemudian ia juga melihat Kiai As'ad membaca kitab di kamar pribadinya saat ia memutuskan untuk terus melangkah menuju kamar pribadi Kiai As'ad mengambil sebungkus rokok.

Dan kali ini, ia kembali melihat Kiai As'ad berdiri di dekat gedung pembangunan madrasah setelah dari kamar pribadi Kiai As'ad. Peristiwa aneh itu Mas'ud rasakan dalam kurun waktu yang sama dan ia sama sekali tidak percaya dengan kejadian itu. Menurutnya, itu hal aneh yang baru ia rasakan.

Kali ini, Mas’ud benar-benar merasakan hal yang tak wajar, sebuah pengalaman yang tak pernah ia rasakan semasa hidupnya. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali menuju kamar pribadi Kiai As'ad setelah melihat Kiai As'ad berada di dekat gedung pembangunan madrasah. Ia kembali untuk kedua kalinya bertujuan mengambilkan rokok sebagaimana amanah awal yang diberikan Kiai As'ad padanya. 

Beberapa langkah dari kamar beliau, Mas’ud menyaksikan Kiai As'ad membaca kitab di kamarnya. Untuk yang kedua kalinya ia dikagetkan lagi dengan peristiwa aneh dari sosok mulia Kiai As'ad. Ia sampai tidak tahu ingin mengungkapkan apa atas rasa takjubnya pada Kiai As’ad.

Kali ini, dengan sedikit percaya diri Mas’ud berderam, memberikan isyarat sebelum masuk ke kamar pribadi Kiai As'ad untuk mengambil sebungkus rokok di atas pintu kamar.

Mendengar suara deraman Mas'ud, dengan posisi tetap di hadapan kitab, Kiai As’ad pun sontak bertanya, "Ada apa, Ud?" Dawuh kiai dengan nada agak keras.

Mas’ud yang sebelumnya diterpa rasa takjub sebab karomah yang luar biasa dari Kiai As'ad spontan tubuhnya gemetar. Ia berada di samping Kiai As'ad dengan rasa canggung dan takut bercampur aduk menjadi satu.

“Sobung, Kiai--red(Tidak ada, Kiai),” tanggap lentur Mas’ud, usai mendengar pertanyaan Kiai As’ad tadi.

Dirasa Kiai As'ad tak lagi bertanya, perlahan Mas’ud melangkahkan kakinya keluar dari kamar pribadi Kiai As'ad. Tak lama berselang, Mas'ud pun bercerita, mengungkapkan pada teman dan gurunya tentang rasa heran dan takjub terhadap Kiai As'ad tersebut. Itu sebuah karomah Kiai As’ad yang pernah dialami oleh salah seorang santrinya.

* * *

Tak kalah mengejutkan dari cerita Mas’ud, sebuah kisah non fiksi perihal karomah Kiai As'ad juga datang, yang disaksikan sejumlah pasang mata, lebih tiga dekade silam. Tepatnya di ujung tahun 1984.

Ya, tahun 1984 bisa dikatakan tahun bersejarah bagi Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo. Bulan Desember di tahun itu, pesantren yang menampung ribuan santri menjadi tuan rumah pagelaran Muktamar NU yang ke-27.

Dalam acara akbar ini, sudah hal yang wajar kedatangan sejumlah kiai, petinggi negara, bahkan orang nomor satu di tanah air, yaitu Bapak Suharto, yang kala itu menjabat sebagai presiden.

Setelah desas-dedus ihwal kedatangan presiden kedua ini sampai ke pesantren Sukorejo, para pengurus dan segenap panitia pada waktu itu bergegas menyiapkan segala keperluan dan kebutuhan guna menyambut seluruh undangan, khususnya tamu spesial, Presiden Suharto.

Baca Juga :

Persiapan dari segala sektor pun dengan cepat dilakukan, salah satunya dengan merapikan dan meyiram sepetak lapangan Sodung--sebuah tanah lapang yang tak jauh dari pesantren Sukorejo--untuk menyambut pendaratan helikopter, rombongan Presiden Suharto yang akan menghadiri momentum prestitesius 5 tahunan itu.

Nah, pada baris cerita ini, karomah Kiai As’ad mulai hampir terasa oleh deretan pasang mata sejumlah orang yang ikut andil untuk merapikan dan menyiram lapangan.

Kiai yang mengetahui beberapa petugas dan simpatisan tengah menyiram lapangan itu dengan cepat langsung mendekati petugas, kemudian Kiai As'ad berdawuh, "Pakai uang siapa menyiram lapangan seluas ini? Kalau pemerintah banyak uang, lebih baik untuk memperbaiki jalan di Utara sana," kata Kiai As'ad sembari menunjuk ke arah Utara.

“Percuma saja kalian meyirami lapangan ini. Toh, sebentar lagi akan turun hujan. Lagi pula Pak Harto tidak akan mendarat di sini,” sambung Kiai As'ad memberi tahu petugas yang terlanjur membasahi sebagian lapangan dengan truk tangki air.

Mendengar dawuh itu, para petugas langsung tertegun, terselimuti rasa ketidaknyamanan pada pimpinan tertinggi pesantren Sukorejo itu. Mereka sedikit memberikan tanggapan singkat pada Kiai As'ad bahwa mereka hanya menjalankan tugas dari atasan.

Tak lama di tempat itu, Kiai As'ad pun beranjak kembali ke area pesantren Sukorejo. Hal luar biasa pun terjadi, kira-kira langkah Kiai As'ad mulai sampai ke Sukorejo. Para petugas dan segenap simpatisan, pun masyarakat yang hadir kala itu dibuat kaget dan takjub bukan main.

Hanya berselang durasi waktu yang sebentar usai Kiai As’ad meninggalkan lapangan, tempat yang digadang-gadang mendaratnya Presiden Suharto itu tiba-tiba hujan dengan begitu lebatnya. Serentak para petugas dan sejumlah warga yang hadir langsung berhamburan, mencari tempat teduh meninggalkan sebilah lapangan.

Fenomena langka ini bagi publik kian berkesan tinggi, karena kala itu daerah Sukorejo dan sekitar dalam cuaca terik matahari yang menyala-nyala. 

Lebih luar biasanya lagi, bias air hujan hanya membasahi area lapangan dan helikopter rombongan presiden tak jadi mendarat di tempat itu. Dan sekali lagi, itu semua sama, layaknya Kiai As’ad mendawuhkan sebelumnya.

Tulisan di atas dianotasikan dari sumber autentik, termasuk dari penyampaian masyayikh Sukorejo.


Penulis : Muhammmad Fauzan, Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo

Editor : Muhlas

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN