Kultum Ramadan 10, Pusaka Kehidupan

Flayer Kultum Ramadan dengan narasumber Ust. Mathlubur Rhisky, M.Pd.I
Bersyukur kita kepada Allah atas segala apapun nikmat yang Allah berikan kepada kita. sehingga salah satu nikmat yang paling mulia yang saat ini kita rasakan adalah bagaimana kita merasakan nikmatnya berpuasa di bulan Ramadan.

Shalawat serta salam senantiasa tetap kita haturkan kepada junjungan kita keharibaan baginda agung Nabi besar Muhammad SAW. Di dalam kehidupan ini sejatinya kita sebagai orang yang beriman harus memiliki 2 pusaka. Di mana ketika 2 pusaka ini senantiasa kita rawat dengan baik, kita hargai dan kita ambil barokahnya maka ini cukup untuk menjadi modal kita untuk menjadi manusia yang dimuliakan Allah SWT. Apakah dua pusaka tersebut?

Pertama adalah orang tua, bapak ibu kita 2 orang tua kita ini menjadi pusaka utama. Kelak akan menjadikan kita orang yang mulia disisi-Nya, kemuliaan ini tidak hanya dirasakan didunia, tapi akan terus mengalir sampai akhirat. 

Ada sebuah kisah yang diceritakan di sebuah kitab yang bernama Tanbihul Ghofilin.  Dalam kitab tersebut diterangkan dengan jelas tentang bagaimana seorang anak yang menjadikan orang tuanya sebagai pusaka.  Kemudian dia mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. 

dikisahkan suatu ketika didalam hutan terjadilah hujan yang sangat deras sekali sehingga lantaran terjadi hujan yang sangat deras, 3 orang anak muda kemudian tersesat di dalam sebuah gua dan tidak bisa keluar dari gua tersebut, karena tertutup oleh batu yang besar. 

Baca Juga :

Maka, tiga orang anak muda ini kebingungan mencari cara bagaimana untuk keluar dari dalam gua tersebut.

kemudian, 3 orang anak muda ini mempunyai inisiatif untuk berdoa kepada Allah. dengan menukarkan amal sholeh yang pernah dilakukan selama anak muda ini hidup didunia. Kemudian, anak muda yang pertama berdoa kepada :

“Ya Allah suatu ketika aku akan terjerumus ke dalam lubangan maksiat ya Allah. akan tetapi aku ingat ya Allah bahwa siksamu sangat pedih ya Allah. Kemudian aku bertaubat kepadamu ya Allah. Maka sungguh dengan amal soleh ini yang aku perbuat. Aku mohon kepadamu Ya Allah bebaskan kami dari gua yang gelap ini."

Kemudian, Apa yang terjadi? dengan Sekejap batu yang menutupi gua tersebut bergeser sedikit. Namun 3 anak muda tersebut belum bisa keluar dari gua tersebut. karena batu yang besar tersebut belum pindah dengan sepenuhnya.

kemudian anak muda yang kedua berdoa kepada Allah. 

“ya Allah suatu ketika aku pernah bercocok tanam ya allah. sehingga dari cocok tanamku ya Allah aku infaqkan, Aku sedekahkan kepada mereka yang membutuhkan ya allah. maka barangkali ya Allah dengan anal soleh ini engkau mengabulkan doa kami. Lalu kemudian engkau mengeluarkan kami dari gua ini Ya Allah.” 

Maka benar Allah mengabulkan doa anak muda yang kedua itu dengan menggeserkan sedikit batu yang menutupi gua tersebut. 

kemudian, anak muda yang terakhir juga berdoa kepada Allah Swt. dengan sebuah doa yang spesial beliau panjatkan kepada Allah SWT. dengan bahasa : 

“ya Allah, satu malam aku mengembala kambing, akan tetapi aku ingat orang tuaku belum menikmati santapan makan malam. Lalu Kemudian, aku bergegas Ya Allah. aku pulang untuk memasakkan makanan untuk orang tuaku yang lapar. lalu aku masak, masakan tersebut, yang kemudian akan aku berikan kepada orang tuaku Ya Allah, akan tetapi ketika aku akan memberikan makanan tersebut. Orang tuaku telah tertidur pulas ya Allah. Maka, aku menunggunya hingga adzan subuh berkumandang, karena aku takut membangunkan orang tuaku yang sedang tidur. Aku pun memberinya ketika beliau sudah terbangun dari tidurnya ya Allah. Maka, barangkali lantaran amal Shalih yang aku lakukan kepada orang tuaku ini, engkau mengabulkan Doa Kami. lalu membebaskan kami semua dari gua ini.” 

maka apa yang terjadi kemudian? dengan sekejap Allah mengabulkan doa anak yang nomor 3,yaitu dengan menggeserkan Batu yang besar. Lalu, kemudian bebas lah 3 orang anak muda itu dari dalam Gua. 

Kisah tersebut sungguh benar-benar membuktikan bahwa bagaimana ketika seorang anak menjadikan orang tuanya sebagai pusaka akan pertolongan dan kemuliaan dari Allah SWT.  

Pusaka yang kedua, yang harus senantiasa kita ambil barokahnya adalah seluruh guru-guru kita. Guru kita adalah pusaka kita. Bagaimana beliau semua mengikhlaskan ilmunya untuk diajarkan kepada kita. Guru kita yang mengajari kita bagaimana mengenal Allah, bagaimana mengajari kita mengenal Nabi Muhammad SWT,  Bagaimana mengenalkan kita tentang itu agama, tentang Al-quran, tentang larangan, tentang pahala dan dosa. 

Maka sejatinya yang nomor dua yaitu guru-guru kita juga harus senantiasa kita ambil barokahnya. 

Ada sebuah kisah yang menceritakan tentang bagaimana hebatnya doa seorang guru kepada murid-muridnya. suatu ketika Al Habib Umar Bin Abdurrahman Al Atthos sedang dipijat kakinya oleh santrinya yang bernama Syekh Ali Baros. 

Tak lama kemudian setelah Syekh Ali Baros ini memijat kaki gurunya. para santri berlarian keluar untuk nyabis kepada seseorang yang datang pada saat itu. maka terdengar dari kejauhan para santri-santri tersebut ternyata dirawuhi oleh seorang nabi yang bernama Nabiyullah Khidir Alaihissalam.

lalu kemudian, anehnya seorang santri yang bernama Syekh Ali Baros ini tidak ikut untuk pergi nyabis kepada Nabi Khidir, yang pada waktu itu datang di kediaman Al Habib Umar Bin Abdurrahman Al Athos. 

kemudian gurunya pun bertanya, “wahai Ali Baros, mengapa engkau tidak ikut menemui Nabiyullah Khidir Alaihissalam?. Mengapa engkau tetap memijat kakiku?. Mengapa engkau tidak mengambil Barokah?. sedangkan santri-santri yang lain pergi berlarian hanya untuk nyabis kepada nabiyullah khidir yang datang saat ini?."

maka Apa jawaban Syekh Ali Baros pada waktu itu. “wahai Guruku. wahai Habib Umar Bin Abdurrahman Al Athos. sungguh bagiku tidak ada pintu menuju keridhaan Allah selain pintu dari Mu wahai Guruku. tidak ada pintu untuk Bagaimana aku menuju kepada Allah selain melewati pintu mu wahai Guruku Al Habib Umar Bin Abdurrahman Al Attas.” 

Maka sontak pada waktu itu gurunya pun menyampaikan sebuah kalimat yang keramat. Yang hingga saat ini senantiasa kita dengar dari guru-guru kita. bahwasanya Ketika kita menyampaikan wasilah al-fatihah kepada Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al Athos akan tetapi tidak melewati muridnya yang bernama Syekh Ali Baros. Maka fatihah itu tidak akan sampai kepada Habib Umar Bin Abdurrahman Al Athos. Ketika juga kita tidak menyebut nama Syekh Ali Baros pada wasilah Fatihah kita. 

Dengan ini membuktikan betapa besar jasa guru-guru kita sehingga wajib bagi kita untuk senantiasa menjadikan guru kita sebagai pusaka kehidupan untuk kita mendapatkan kemuliaan dari Allah subhanahu wa ta'ala.

Semoga dengan kita senantiasa menjadikan kedua pusaka tersebut sebagai pusat dalam kehidupan. Agar menjadikan diri ini lebih mulia dan baik lagi. Maka, kita akan senantiasa menjadi orang yang mulia disisi-Nya.

Saksikan selengkapnya siaran langsung di Channel You Tube Harokah Official


Transkiptor : Haris

Editor : Gufron

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN