Kultum Ramadan 4, Kajian Fiqih Puasa 1: Definisi dan Syarat Wajib Puasa

Dr. KH. Madzkur Damiri, Pengasuh PP ATQIA Bondowoso
Ramadan terus berjalan seiring berjalannya waktu. Hari keempat kini telah tiba. Maka, di hari ini pula Bab Fiqih Puasa tersajikan. Sebagaimana yang diketahui, bahwa puasa adalah salah satu dari rukun Islam. Sehingga, kalau ada yang menentang kewajiban puasa Ramadan, maka orang tersebut bisa dihukumi murtad secara i'tiqad (keyakinan). 

Tetapi, jika ada seseorang yang tidak berpuasa karena faktor malas, maka orang tersebut akan digolongkan dengan orang yang fasik (orang yang menentang perintah Allah SWT). 

Tujuan puasa adalah agar seseorang menjadi pribadi yang bertakwa, lebih baik lagi daripada sebelumnya. Karena dengan berpuasa, seseorang akan bertambah muraqabah-nya kepada Allah SWT, senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT. Baik di setiap waktu, dalam ruang dan dalam keadaan serta situasi apa pun.

Dengan berpuasa, seseorang akan semakin mudah untuk menjalankan ketaatan-ketaatan kepada Allah SWT. Di samping itu, dia juga diasah kepekaan nuraninya, berempati kepada sesama dengan ikut merasakan bagaimana penderitaan orang-orang yang kekurangan di sekitarnya. Oleh karenanya itu, marilah tingkatkan kualitas puasa di bulan penuh manfaat ini dengan cara mengilmui puasa selama satu bulan penuh.

Baca Juga : 

Di dalam kitab Syarah Fathul Qarib al-Mujib karangan Syekh Muhammad Qasim Al-Ghazi, terletak pada halaman ke 25, puasa atau yang diistilahkan dengan ‘al-Shiyaam’ atau ‘as-Shaumu’ secara bahasa (lughat) itu bermakna ‘al-Imsaaku’ (menahan diri). Namun, secara syariat (syar’an) puasa adalah ‘Imsaakun ‘an mufthirin biniyatin makhshushatin jamii’a nahaarin’ yang berarti adalah menahan diri dari perkara-perkara yang dapat membatalkan puasa dengan niat tertentu sehari penuh. 

Syarat wajibnya berpuasa ada 4 perkara:

Islam

Puasa Ramadan merupakan ‘khushushii’ bagi umatnya Nabi Muhammad SAW. Umat-umat sebelum umatnya Nabi Muhammad SAW juga diwajibkan berpuasa, akan tetapi bukan puasa Ramadan seperti yang dilaksanakan pada bulan ini. Misalnya, kaum Bani Israil itu diwajibkan berpuasa di hari ‘Asyura 10 Muharram.

Baligh

Ukuran baligh bagi laki-laki telah mimpi basah dan bagi perempuan menstruasi. Bagi laki-laki maupun perempuan yang belum mimpi basah dan menstruasi, ketika sudah sampai usia 15 tahun berarti dirinya sudah baligh. Akan tetapi, bagi anak-anak yang belum mencapai baligh, dirinya juga berusia 7 tahun, meskipun mereka belum wajib untuk melaksanakan puasa, maka, sebagai orang tua wajib memerintahkan dan melatih anaknya untuk berpuasa. Agar menjadikan kebiasaan dan persiapan ketika sudah mencapai usia yang ditentukan.

Hal ini sebagaimana diqiyaskan dengan perintah kepada orang tua agar menyuruh anaknya melaksakan salat lima waktu. Jadi, kalau memang tidak mampu anak tersebut untuk melaksanakannya, tidak perlu ada paksaan. Sebab, memang dirinya belum baligh, serta tidak ada penekanan wajib berpuasa. 

Berakal

Akal yang bagaimana? Yakni sehat dan tidak gila.

Mampu melaksanakan puasa

Ada beberapa orang yang memiliki udzur, maka boleh tidak berpuasa. Misalnya, orang yang sedang dalam keadaan sakit. Apabila dirinya tetap berpuasa akan berpengaruh terhadap penyakitnya. Sehingga, menyebabkan penyakit yang dideritanya bertambah parah. Maka, boleh tidak berpuasa, tetapi tetap harus mengganti diluar puasa Ramadan.

Selanjutnya, musafir (orang yang bepergian jauh). Ukuran jauhnya 2 marhalah atau setara dengan 83 km. Dari 1 batas kota ke batas kota yang dituju, bukan dari rumah ke rumah yang dituju. Juga perjalanannya harus perjalanan yang bukan berada dalam kemaksiatan. Jadi, setidak-tidaknya perjalanan yang mubah.

Kemudian ketika bepergian sebelum subuh, dia sudah harus berada di luar batas kota. Misalnya, ada seseorang yang bepergian jauh, akan tetapi di waktu subuh masih di dalam kotanya sendiri. Maka, masih diwajibkan untuk berpuasa.

Contoh, orang Bondowoso mau ke Surabaya. Subuh masih di Bondowoso. Seseorang tersebut wajib niat berpuasa. Persoalan nanti di tengah jalan dia tidak kuat, tidak tahan karena pusing, sakit perut sebab tidak tahannya dan lain sebagainya. Maka, dia boleh berbuka karena tidak kuatnya bukan karena musafirnya.

Ada juga orang yang sudah sangat tua, sehingga dia tidak mampu berpuasa. Orang tua atau lansia (lanjut usia) tersebut tidak wajib berpuasa, dan cukup membayar fidyah (denda).

Satu hari yang ditinggalkan, membayar satu mud beras atau setara dengan 7 ons beras. Atau, orang yang memiliki penyakit kronis. Menurut dokter sulit untuk sembuh, itu juga tidak terkena kewajiban puasa. Hanya cukup membayar fidyah.

Fiqih puasa ini wajib kiranya setiap muslim (orang islam) ketahui. Agar puasa yang senantiasa dilakukan tidak cukup dengan niat, akan tetapi disertai dengan bobotnya ilmu dalam berpuasa. Sehingga, menjadikan puasa dirinya lebih bermakna serta akan lebih berhati-hati dalam pelaksanaannya.

Selengkapnya saksikan siaran langsung di Channel Youtube Harokah Official


Transkriptor : Haris

Editor : Muhlas

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN