Doa dalam Duka Seorang Anak

Maulana Haris, Aktivis PMII STAI At- Taqwa, Bondowoso (Foto : Tim Kreatif) 
Di sudut kota, terdapat sebuah keluarga yang beranggotakan seorang laki-laki, namanya Fulan. Ia tinggal dengan adik, orang tua, dan neneknya di rumah tersebut.

Kehidupan keluarga itu jarang terlihat harmonis, karena sikap ibunya yang kurang mengesankan. Sikap itu terus menerus tak mengesankan sejak Fulan masih kecil, bahkan berimbas pada adiknya.

Setiap hari, Fulan dan adiknya menangis. Fulan sebagai kakak tidak kuat melihat adiknya menangis.

Setiap hari, pikiran Fulan selalu digerogoti oleh pikiran berat. Dari saking beratnya, ia seakan mengalami stress seketika.

"Ambu ra, Bok. Mak adek e reken keben, e reken boneka. Jiyah ana'en been. Benni engak jiyah caranah adidik anak, benni engak jiyah caranah malaen se teppak. (Cukup, Bu. Kok adik dikira hewan, kok adik dikira boneka. Dia itu anakmu. Bukan seperti itu caranya mendidik anak, bukan seperti itu cara menasehati yang benar)," kata Fulan pada ibunya.

Bukan bermaksud untuk membantah ataupun melawan. Fulan mengatakan itu hanya ingin membuat ibunya sadar atas apa yang telah diperbuat pada anaknya. Dalam hatinya ia berharap, semoga ibunya sadar akan kesalahan sikapnya selama ini.

Ia menangis setelah menasehati ibunya. Tapi sayangnya, nasehat Fulan tidak didengarkan oleh ibunya. Bahkan ibunya marah-marah pada Fulan karena sok menasehati orang tuanya. 

Sikap ibunya yang seperti itu sudah biasa ia alami sejak kecil. Sampai hari ini pun sikapnya tidak jauh beda.

Fulan menyadari akan kesalahannya, yang sudah lancang menasehati orangtuanya. Namun, ia tidak bermaksud durhaka pada ibunya. Ia hanya ingin ibunya sadar akan sikapnya yang salah itu.

Di kamarnya, ia berdoa sambil meneteskan air mata.

"Ya Rabb, Ya Sami', Ya Bashir. Dunia ini begitu luas untuk diselami. Aku yakin, pengampunan dan pertolonganmu juga luas seperti dunia beserta isinya. Berikan tetesan petunjuk, tuntunan dan kesadaran pada orang tuaku. Kini beliau jauh dari jalan yang Engkau perintahkan. Berikan kesabaran dalam hatinya untuk mendidik anak-anaknya."

Tiada lelah dan putus asa, Fulan senantiasa berdoa untuk kebaikan ibu dan keluarganya. Ia yakin, suatu saat, doanya akan dikabulkan oleh Sang Khaliq, Allah SWT.

Semakin hari, sifat dan perilaku ibu Fulan makin berubah. Fulan yang awalnya tidak kuat atas sikap ibunya, hingga nyaris putus asa dan pergi dari rumah untuk menenangkan hati dan pikirannya, akhirnya merasakan ketenangan kembali dalam keluarganya.

Doa yang dilantunkan Fulan tanpa putus asa,  akhirnya mengembalikan titik kesadaran dan kasih sayang sang ibu kepada anak-anaknya. 

Baca juga :

***

Dari kisah Fulan bersama keluarganya, semoga kita yang membaca bisa mengambil hikmah dari cerita ini.

Karena sejatinya, seorang anak perlu didikan terbaik, bukan bekas luka hati yang mendalam. Sebab, luka inilah yang akan membuat sang anak, kelak, tak kan mampu bertahan melawan kerasnya kehidupan. 

Namun, lantaran doa pada Yang Maha Kuasa, berbagai situasi dan kondisi apapun pasti akan berubah menjadi lebih baik. Meski ada duka dalam keluarga, tapi doa akan membawa ke jalan yang diridhai-Nya. Itulah yang diyakini si Fulan. (*)


Penulis : Maulana Haris

Editor : Muhlas

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN