Ini yang Harus Kamu Lakukan agar Salatmu Sah

Ilustrasi Shalat, (Foto : Tim Kreatif) 
Salat memang perkara wajib yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Sebelumnya, sahnya salat juga ditentukan oleh sahnya takbir yang menjadi bagian dari rukun salat. 

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh musalli ketika melakukan takbir agar takbirnya sah. Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka tentu takbirnya tidak sah.

Selain itu, tidak hanya takbir yang memiliki beberapa syarat yang harus dilakukan oleh musalli. Al-Fatihah, juga memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh musalli. Jadi, dalam rukun salat itu ada yang namanya membaca al-Fatihah dan dalam pelaksanaannya, al-Fatihah memiliki beberapa syarat. 

Apabila syarat itu tidak dilakukan oleh musalli, maka tentu al-Fatihah-nya tidak sah. Kalau al-Fatihah-nya sudah tidak sah, maka salatnya tentu juga tidak sah. Karena al-Fatihah merupakan bagian dari rukun salat.

Syarat yang harus dipenuhi musalli ketika membaca al-Fatihah menurut Syaikh Salim ibn Samir al-Hadhrami ada sepuluh. Semua syarat tersebut harus dilakukan agar al-Fatihah-nya sah. Apabila ada salah satu yang tidak dilakukan, maka tentu al-Fatihah-nya tidak sah. Kalau al-Fatihah-nya sudah tidak sah, maka tentu salatnya juga tidak sah.

Sepuluh syarat al-Fatihah tersebut menurut Syaikh Salim adalah sebagaimana penjelasan berikut, yaitu:

Pertama, tertib. Musalli ketika membaca al-Fatihah, bacaannya harus dengan urut, tidak boleh dibolak-balik. Misalkan, bismillahir rahmaanir rahiim—ayat pertama, dibaca pada ayat terakhir dan lain sebagainya. Maka, hal itu akan menyebabkan tidak sahnya bacaan al-Fatihah musalli. Jadi, al-Fatihah harus dibaca secara berurutan. Mulai dari ayat pertama sampai ayat terakhir, harus berurutan, tidak boleh dibolak-balik.

Baca Juga : 

Kedua, terus menerus. Setelah musalli membaca al-Fatihah secara berurutan, selanjutnya adalah bacaan al-Fatihah harus dibaca secara terus menerus. Artinya, tidak ada pemisah antara ayat yang satu ke ayat yang lain dan seterusnya. 

Misalkan, ketika musalli membaca al-Fatihah kemudian ia bersin. Setelah bersin, ia mengucap dzikir setelah bersin yaitu alhamdulillah. Maka dengan begitu, al-Fatihah-nya musalli tidak sah. Karena ayat yang satu ke ayat yang lainnya dipisah dengan dzikir alhamdulillah.

Memang dianjurkan bahwa ketika seseorang bersin, setelah itu dianjurkan membaca alhamdulillah. Namun, ketika dalam salat dan musalli sedang membaca al-Fatihah kemudian ia bersin, maka tidak dianjurkan untuk membaca al-Fatihah. Karena apabila dilakukan, hal itu akan berpengaruh pada sahnya bacaan al-Fatihah.

Ketiga, menjaga semua huruf al-Fatihah. Ketika membaca al-Fatihah, seorang musalli harus menjaga betul semua huruf yang ada dalam dalam al-Fatihah. Menjaga huruf al-Fatihah, maksudnya adalah menjaga terjadinya pengurangan huruf atau penambahan huruf pada bacaan al-Fatihah. 

Misalkan, alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin. Warrahmaanir rahiim. Pada ayat kedua, seharusnya ar-Rahmaanir rahiim, akan tetapi oleh musalli ditambahi huruf wau sehingga menjadi Warrahmaanir rahiim. Maka, tindakan seperti itu tidak diperbolehkan karena akan merusak pada maknanya. Jadi, dalam al-Fatihah, tidak boleh menambah atau mengurangi huruf al-Fatihah dan musalli harus menjaga semua huruf al-Fatihah agar tidak ada pengurangan atau penambahan huruf.

Keempat, menjaga semua tasydid-nya al-Fatihah. Selain harus menjaga semua huruf al-Fatihah, seorang musalli juga harus menjaga semua tasydid yang ada di dalam al-Fatihah. Sama seperti penjelasan di atas, menjaga tasydid-nya al-Fatihah di sini adalah menjaga terjadinya pengurangan atau penambahan tasydid pada bacaan al-Fatihah.

Kelima, tidak diam secara lama maupun sebentar apalagi sampai niat memutus bacaan al-Fatihah. Musalli tidak diperkenankan ketika membaca al-Fatihah berhenti secara lama maupun sebentar, kecuali musalli lupa terhadap bacaan selanjutnya dari al-Fatihah. Misalkan, ketika sampai pada ayat ke dua, musalli lupa pada bacaan ayat ke tiga. Maka, apabila musalli berhenti secara lama maupun sebentar diperkenankan. Apabila tidak udzur atau alasan seperti itu, maka tidak diperbolehkan.

Keenam, membaca semua ayat al-Fatihah dan sebagian dari ayatnya adalah basmalah. Membaca al-Fatihah adalah rukun salat. Maka, seorang musalli harus melakukan rukun salat tersebut dan bacaannya harus  tuntas. Al-Fatihah memiliki tujuh ayat dan semuanya itu harus dibaca lengkap oleh musalli ketika salat. Apabila ada salah satu ayat dari al-Fatihah yang tidak dibaca oleh musalli, maka tentu al-Fatihah-nya tidak sah.

Basmalah atau bismillaahir rahmaanir rahiim adalah bagian dari surat al-Fatihah sehingga musalli ketika akan membaca surat al-Fatihah dalam salatnya harus mendahuluinya dengan lafadz basmalah karena basmalah adalah ayat pertama dari al-Fatihah.

Ketujuh, tidak ada kesalahan yang sampai merusak makna. Lagi-lagi seorang musalli harus menjaga betul bacaan al-Fatihah-nya ketika salat. Bacaan al-Fatihah musalli harus benar-benar dijaga agar tidak ada kesalahan. Baik kesalahan dari segi pengurangan atau penambahan huruf dan tasydid maupun kesalahan yang sampai merusak pada makna dari ayat al-Fatihah. Dalam hal ini, musalli dianjurkan untuk membaca dengan tartil, tidak tergesah-gesah sehingga bisa meminimalisir terjadinya kesalahan-kesalahan.

Lanjut Baca :

Kedelapan, harus dibaca dalam posisi berdiri. Membaca al-Fatihah adalah rukun salat yang no. empat dan rukun salat sebelumnya adalah berdiri bagi orang yang mampu. Jadi, idealnya bacaan al-Fatihah memang harus dibaca dalam keadaan berdiri bukan dalam keadaan ruku’ atau lain sebagainya. Bagi orang yang mampu melakukan salat dengan berdiri, maka bacaan al-Fatihah-nya harus dibaca dalam keadaan berdiri bukan dalam keadaan ruku’ maupun sujud.

Kesembilan, bacaan al-Fatihah harus didengar oleh musalli. Bacaan al-Fatihah memang harus sampai terdengar oleh diri musalli. Minimal, musalli bisa merasakan bahwa dirinya sedang membaca al-Fatihah walaupun ketika salat suasananya ramai sehingga bacaan al-Fatihah tidak terdengar jelas oleh telinganya sendirinya.

Kesepuluh, tidak mencampur bacaan al-Fatihah dengan dzikir lain. Syarat al-Fatihah yang terakhir yakni bacaan al-Fatihah tidak boleh dicampuri dengan bacaan-bacaan atau dzikir-dzikir lain seperti dicampuri dzikir subhanallah, Allahu akbar dan lain sebagainya. 

Hal itu memang tidak diperbolehkan agar tidak merusak makna dari surat al-Fatihah dari awal sampai akhir. Oleh karena itu, musalli tidak diperbolehkan untuk mencampur bacaan al-Fatihah dengan bacaan atau dzikir lainnya agar bacaan al-Fatihah-nya sah.

فصل: شروط الفاتحة عشرة الترتيب والموالاة ومراعاة حروفها ومراعاة تشديداتها وأن لا يسكت سكتة طويلة ولا قصيرة يقصد بها قطع القراءة وقراءة كل آياتها ومنها البسملة وعدم اللحن المخل بالمعنى وأن تكون حالة القيام في الفرض وأن يسمع نفسه القراءة وأن لا يتخللها ذكر أجنبي.

Artinya: “Syarat sah al-Fatihah ada sepuluh. Pertama, tertib. Kedua, terus menerus. Ketiga, menjaga semua huruf al-Fatihah. Keempat, menjaga semua tasydid-nya al-Fatihah. Kelima, tidak diam secara lama maupun sebentar apalagi sampai niat memutus bacaan al-Fatihah. Keenam, membaca semua ayat al-Fatihah dan sebagian dari ayatnya adalah basmalah. Ketujuh, tidak ada kesalahan yang sampai merusak makna. Kedelapan, harus dibaca dalam posisi berdiri. Kesembilan, bacaan al-Fatihah harus didengar oleh musalli. Kesepuluh, tidak mencampur bacaan al-Fatihah dengan dzikir lain.” (Matan Safinatun Naja, halaman 60-61).


Penulis : Muhlas, Santri Ponpes Miftahul Ulum Tumpeng

Editor : Haris

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN