Road Maps Pendidikan Syaikhona Cholil Bangkalan

Muhammad Cholil bin ‘Abdul Lathif bin Hamim al-Bangkalani. (Foto : Tim Kreatif)
Lahir pada hari Ahad Pahing tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H / 14 Maret 1820 M, ulama asal Bangkalan-Madura masih terhitung keturunan Sunan Gunung Jati, Cirebon. Ia lebih dikenal dengan sebutan Syaikhona Cholil.

Mengutip dari salah satu buku terbitan Pustaka Sidogiri Benteng Ahlussunnah wal Jama’ah yang berjudul “Guru Orang-orang Pesantren”, Syaikhona Cholil bernama lengkap Muhammad Cholil bin ‘Abdul Lathif bin Hamim al-Bangkalani. Ia dilahirkan di desa Kramat, Bangkalan, Madura.

Baca Juga :

Sejak kecil pendidikan Syaikhona Cholil selalu di pondok pesantren. Dari banyaknya guru yang ia belajar padanya tidak ada satu pun guru yang tidak memiliki sanad, semuanya memiliki sanad yang jelas.

Perjalanan pendidikannya ia mulai dari keluarganya sendiri, yaitu ayahandanya sendiri yang langsung mengajari beliau. Kecerdasan Syaikhona Cholil tidak dapat dielakkan lagi karena beliau sebelum menginjak usia baligh sudah menghafal dengan baik 1000 bait Nadzam Alfiyyah karya Ibnu Malik.

Setelah dididik oleh keluarganya sendiri, Cholil kecil dikirim ke salah satu pesantren di wilayah Bangkalan, tepatnya di desa Melajeh. Di pesantren ini, Cholil kecil belajar pada Guru Dawuh atau yang lebih dikenal dengan Bujuk Dawuh.

Setelah cukup belajar di Bangkalan, Cholil muda kemudian dikirim ke pondok pesantren yang diasuh oleh Kiai Sholeh yaitu Pondok Pesantren Bunga, Gresik. Kemudian beliau melanjutkan pencarian ilmunya ke daerah Pasuruan yaitu Cangaan, Bangil.

Jangan lupa Subscribe Channel You Tube kami : Harokah Official

Syaikhona Cholil selama di Cangaan, Bangil, Pasuruan berguru pada KH Asyik. Dari KH Asyik, Cholil muda kemudian nyantri pada Kiai Afif di Pondok Pesantren Darus Salam Keboncandi, Pasuruan.

Suatu ketika, Cholil muda minta izin pada Kiai Afif untuk berguru pada Kiai Abu Dzarrin di Kedawung Kulon, Grati, Pasuruan. Tapi sayang, sesampainya di sana, Kiai Abu Dzarrin yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Tugu ternyata sudah wafat seminggu yang lalu.

Karena tidak ingin perjalanannya dari Cangaan, Bangil sia-sia akhirnya Cholil Muda memohon pada Mbah Tugu untuk tetap mengajarinya meskipun dalam mimpi.

Tiap hari Cholil muda membaca al-Qur’an di makam Mbah Tugu dan ketika sudah sampai 41 hari, Cholil muda tertidur kemudian bermimpi bertemu dengan Mbah Tugu.

Di dalam mimpinya itu, Cholil muda langsung diajari seluruh ilmu yang dimiliki oleh Mbah Tugu. Setelah terbangun, Cholil muda kembali lagi ke pesantrennya, ke Keboncandi.

Setelah dari Kedawung Kulon, Syaikhona Cholil meminta izin lagi untuk belajar ke Pondok Pesantren Sidogiri yang waktu itu pengasuhnya adalah KH Noerhasan bin Nawawie (pengasuh ke-6). Meskipun Syaikhona Cholil belajar di Sidogiri, beliau tetap tinggal di Keboncandi.

Jadi, tiap hari Syaikhona Cholil bolak-balik menempuh perjalanan Keboncandi-Sidogiri yang jaraknya kira-kira 7 km. Selama perjalanan itu, tiap hari Syaikhona Cholil selalu membaca surat Yasin setiap bertemu dengan pohon besar.

Rutinitas itu tidak hanya dilakukan saat beliau dalam perjalanan pergi ke Sidogiri saja melainkan saat perjalanan pulang ke Keboncandi pun, beliau tetap membaca surat Yasin.

Syaikhona Cholil adalah santri yang mandiri. Selama mengaji di Pasuruan, beliau tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya untuk mengirim bekal sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, beliau bekerja sebagai buruh batik.

Kemudian Syaikhona Cholil melanjutkan pendidikannya ke Mekkah setelah dari Sidogiri. Sebelum ke Mekkah, ada yang menyebutkan bahwa beliau nyantri terlebih dahulu pada Kiai Tirmis, Banyuwangi. Beliau juga tercatat sebagai santri di Pesantren Langitan, Tuban.

Selama di Mekkah, Syaikhona Cholil berguru pada ulama asal Indonesia yaitu Syekh Nawawi Banten. Selain itu, beliau juga berguru pada ‘Utsman bin Hasan ad-Dimyati, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Musthafa bin Muhammad al-‘Afifi al-Makki, ‘Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani, Ahmad Khatib Sambas dan ‘Ali ar-Rahbini.

Baca Juga : 

Dari Syekh Nawawi Banten dan ‘Abdul Ghani bin Subuh bin Isma’il al-Bimawi (Bima, Sumbawa), Syaikhona Cholil mendapat beberapa sanad hadits musalsal.

Halaman Selanjutnya .........

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN