Permata Suci

Sabilil Muttaqin, Siswa MA ATQIA Bondowoso (Foto : Tim Kreatif) 
Gadis itu bernama Suci. Ia berasal dari desa Angin Senja, desa yang asri. Ia mempunyai wajah cantik nan jelita dan ia juga memiliki kepintaran dalam hal menyanyi. Suci ditinggal ibunya sejak kecil sehingga ia hidup bersama bapak dan adik angkatnya sampai sekarang di gubuk tua tepi hutan. Ia sangat bersyukur walaupun tinggal di tepi hutan, karena Allah SWT mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dan ia pun masih bisa menimba ilmu di sekolah.

Sepulang sekolah, ia pernah pulang dalam keadaan sedih. Ia menangis karena sepucuk surat tagihan biaya sekolah yang ia dapatkan tadi di kantor. Suci terus menangis sepanjang perjalanan karena surat itu. Sesampainya di gubuk, Suci mengusap air matanya terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk ke dalam gubuk itu. Di ambang pintu, Winter yang menunggu kakaknya pulang langsung bertanya perihal mata Suci yang bengkak layaknya orang usai menangis. “Kak Suci usai nangis ya?” tanya Winter.

Suci tidak kuat dengan pertanyaan itu, namun sebagai seorang kakak, ia berusaha terlihat tegar di depan adiknya. Suci mengatakan ia tidak menangis, namun adiknya—Winter, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh kakaknya, karena ia melihat dengan jelas mata kakaknya yang bengkak akibat menangis. Winter yakin pasti ada sesuatu yang menimpa kakaknya sehingga membuat kakaknya menangis, namun kakaknya tidak mau bercerita tentang kisahnya. Winter yang diselubungi rasa penasaran terus menginterogasi kakaknya agar mau bercerita tentang keadaan yang telah menimpa kakaknya.

“Kak Suci jangan bohong. Jujur dong ke Winter, jangan disembunyikan. Winter akan merahasiakannya kok,” ucap Winter memaksa kakaknya agar mau menceritakan kenapa ia menangis.

Suci masih menimbang-nimbang untuk menceritakannya atau tidak. Akhirnya, ia pun menceritakan bahwa ia tadi mendapatkan sepucuk surat dari gurunya yang isinya tentang tagihan biaya sekolah yang harus ia bayar.

“Kakak tidak punya cukup uang untuk membayar biaya sekolah yang selama ini harus kakak bayar, Dik. Simpanan kakak juga tidak cukup untuk membayar itu, Dik. Dan, kakak tidak mau kalau bapak tahu tentang ini. Tolong, jangan ceritakan ini pada bapak ya. Kakak akan berusaha cari uang sendiri untuk membayar tagihan sekolah ini,” jelas Suci.

Winter turut sedih mendengar cerita kakaknya itu. Ia berjanji akan merahasiakan dari bapaknya dan ia juga berjanji akan membantu Suci dengan menjual gorengan sebagai tambahan uang. Suci memeluk Winter karena sudah mau membantu dan merahasiakan dari bapaknya. Suci tidak ingin surat itu diketahui oleh bapaknya. Akhirnya, Suci menyimpan surat itu di suatu kotak rahasia yang berisi buku hariannya kemudian dikubur di bawah pohon binus samping gubuknya.

Setelah itu, Suci dan Winter menyiapkan makanan untuk bapaknya yang sebentar lagi akan pulang dari ladang. Di perjalanan pulang, bapaknya menemukan selembaran kertas yang isinya adalah lomba bernyanyi yang akan dilaksanakan sore nanti. Suci dan Winter yang sudah menyiapkan makanan untuk bapaknya menyambut dengan penuh cinta dan ceria, kemudian mengajaknya untuk makan bersama. Usai makan, bapaknya yang menemukan lembaran lomba itu memberikannya pada Suci.

“Bapak pernah mendengarmu bernyanyi saat memetik teh di kebun dan suaramu itu bagus dan merdu, Suci. Ikutlah lomba itu, Nak. Jangan lewatkan kesempatan emas ini. Bapak yakin kamu bisa menang,” ungkap bapak.

Suci masih melihat selembaran kertas itu sambil memikirkan perkataan bapaknya tadi. Perkataan bapaknya ada benarnya juga, apalagi ia memang sedang butuh uang untuk melunasi tagihan biaya sekolahnya. Namun Suci tidak langsung mengiyakan bapaknya untuk mengikuti lomba itu.

“Ayo, Kak. Jangan lewatkan kesempatan ini. Kak Suci harus ikut,” ucap Winter. Suci masih tetap berpikir tak memberikan jawaban apa-apa. Ia tidak yakin kalau ia bisa menang, tapi apa salahnya mencoba dulu? Kemudian ia mengiyakan ucapan bapak dan adiknya untuk mengikuti lomba itu.

Di dalam kamarnya, Suci kebingungan akan menggunakan baju apa untuk mengikuti lomba itu apalagi ia tidak memiliki baju yang bagus. Suci termenung sambil mengelus-elus foto ibundanya, kemudian ia menangis karena rindu pada ibundanya.

“Bunda, saat ini Suci bingung. Suci tidak punya uang untuk melunasi tagihan biaya sekolah dan Suci juga bingung harus menggunakan baju apa untuk ikut lomba menyanyi nanti sore,” kata Suci.

Suci memperhatikan foto ibundanya lekat-lekat, ia melihat ibundanya mengenakan kebaya dalam foto itu. Ia berpikir, kenapa kalau mengenakan kebaya? Ia langsung bergegas mencari kebaya di lemarinya. Syukur alhamdulillah, kebaya itu ia temukan dalam lemarinya dan untungnya lagi, kebaya itu sangat pas ukurannya untuk Suci. Ia pun memutuskan untuk mengenakan kebaya dalam mengikuti lomba menyanyi yang akan dilaksanakan sore itu.

Setelah siap berangkat ke kota, mereka—bapak, Suci dan Winter, tidak menemukan angkutan darat untuk pergi ke kota. Mereka memutuskan untuk lewat jalur sungai dengan sampan yang terbuat dari batang pohon pisang. Untungnya, arus sungai cukup deras sehingga membuat perjalanan mereka cepat sampai.

Mereka pun memasuki ruang lomba dan duduk di kursi yang sudah disediakan oleh panitia. Orang-orang yang melihat Suci mengenakan kebaya tertawa riuh tanda menghina. Mereka mengatakan kalau Suci tidak akan menang saat menaiki pentas. Suci yang mendengar itu tidak menanggapinya dengan serius, justru Suci menganggap mereka dengan nyamuk yang hanya ingin mengganggu konsentrasi dirinya.

Suci yang sudah berada di atas pentas pun mulai bernyanyi, penonton sunyi seketika meresapi merdunya suara Suci. Penonton bertepuk tangan gemuruh saat Suci turun dari atas pentas. Penilaian tentang orang desa tidak akan menang pun ciut seketika setelah melihat penampilan Suci. Mereka tidak menyangka bahwa suara dan penampilan Suci sebagus itu.

Saat pengumuman pemenang juara, Suci merasa putus asa ketika pemenang juara ke-3 bukan nama ia yang dipanggil. Bagi Suci pemenang juara ke-3 itu lebih bagus penampilannya daripada Suci. Namun, ketika nama Suci dipanggil sebagai pemenang juara pertama, ia tidak menyangka akan hal itu. Ia menganggap itu hanyalah sebuah mimpi, padahal bukan. Ia sangat senang dengan prestasi itu dan ia juga senang dengan hadiah yang didapatkannya. 

Akhirnya dengan hadiah itu, Suci bisa membayar biaya sekolahnya, mendapat beasiswa dan berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Sekarang Suci menjadi penyanyi terkenal dan itu membuktikan bahwa tidak selamanya orang desa tidak bisa berprestasi dan terkenal.


Penulis : Sabilil Muttaqin

Editor : Muhlas

Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN