Santri dalam Jebakan Revolusi 4.0

Dr (cand). Moh. Dasuki, S.Pd.I., M.Pd.I., salah satu dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Jember (Foto : Tim kreatif)

Setiap zaman telah melahirkan generasinya. Generasi yang hidup di altar zaman memiliki tipologi dan tantangan yang berbeda-beda. Adalah Neil Howe & Strauss (1991, 2000) yang konsen pada perkembangan generasi zaman membedakan genarasi yang terpola pada generasi Veteran, Baby boomer, X, Y dan Z. 

Tolok ukur generasi bisa dilihat pada aspek kesamaan umur (demografi) dan peristiwa besar yang telah terjadi. Generasi Y-Z adalah generasi dengan kurun waktu antara tahun 1981-2010.Generasi ini hidup di era dimana dunia sedang mengalami kemajuan yang pesat, baik sains dan teknologi yang dilahirkan oleh peradaban Barat. Orang menyebutnya revolusi 3.0 dan juga baru-baru ini revolusi 4.0 yang berada pada persinggungan abad ke 20 dan abad 21 dari teknologi otomotif ke teknologi informasi..

Pergeseran revolusi tersebut memberi tanda atas lahirnya segala bentuk dan pola kehidupan baru dari yang sebelumnya. Tentu revolusi selain memiliki implikasi positif tidak kalah besarnya juga berimplikasi negatif pada seluruh kehidupan, dimana terjadi vis a vis antara manusia vs Mesin. Hari ini saja banyak pekerjaan yang sudah diganti mesin berbasis online. Contoh lainnya, pergeseran pangkalan ojek konvensional ke Gojek, atau dari dokar (transportasi tradisional) ke GOcar.

Selain tantangan yang cukup berat pada pemangkasan kerja otot manusia, revolusi ini juga dimanfaatkan untuk kerja-kerja yang lain seperti kerja politik, kebudayaan dan pendidikan. Bahkan, kerja pengrusakan nilai-nilai peradaban seperti membanjirnya konten pornografi, situs radikal, hoax, dan ajang menebar fitnah serta ujaran kebencian juga marak terjadi.

Fenomena ini yang saat ini tengah menjadi monster bagi generasi Y-Z yang siap dilumat habis hingga mereka akan menjadi penonton zaman dan sampah peradaban. Generasi Y-Z akan dirampas kehidupannya karena mereka menjadi generasi yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap teknologi.

Pesantren yang selama ini masih dianggap kuat menjaga doktrin dan tradisi diharapkan masih bisa bertahan pada gempuran agitasi teknologi. Idealnya, pesantren dapat mengisi ruang revolusi 4.0 dengan internalisasi jihad melawan kemungkaran dan kebatilan di dalam ruang-ruang digital. Karena bagaimanapun, ruang itu banyak dikuasai oleh orang-orang yang bebas nilai.

Generasi pesantren harus mengambil inisiatif yang strategis untuk melakukan perlawanan dengan dakwah-dakwah digital, baik melalui gerakan verbal dan tulisan yang tentu berbasis pada nilai-nilai keluhuran agama serta kearifan lokal.

Revolusi bukan tujuan, tapi strategi untuk menemukan hidup yang lebih mapan. Tetapi kemudian revolusi itu telah banyak diartikulasikan pada kutub diakronis, yang memisahkan antara jalan dan esensi dari kehidupan. Wajar bila orang banyak memetik hasil yang instan dari proses revolutif yang mengancam kehidupan. Karena itu, generasi Y-Z yang berada di pesantren tidak boleh abai dan lalai, apalagi sampai ikut terjerembab ke dalam tipu muslihat revolusi 4.0.

Bangsa besar ini hanya berharap pada Santri untuk terus belajar dan berdarma. Setidaknya, mendorong tegaknya kejayaan budaya nusantara yang berdiri di atas keislaman, kebangsaan, sains dan teknologi. Tidak cukup sebuah bangsa besar dihias oleh majunya teknologi dan bangunan yang menjulang tinggi, sementara bangsa itu rapuh secara moral dan spritual. Di sini, hanyalah Santri yang dapat memainkan peran ganda dalam mengharmonisasi antara khazanah kebangsaan dengan perubahan zaman.

 

Penulis : Dr (cand). Moh Dasuki, S.Pd.I., M.Pd.I.

Editor : Gufron


Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?

Lebih baru Lebih lama

IKLAN