Sejarah Syaikh Maulana Ishaq Menurut H. Wahid

Ilustrasi, Petilasan dan Sejarah Syaikh Maulana Ishaq, Pecaron (Foto : Tim Kreatif) 
Setelah sedikit lama saya dan sahabat-sahabat yang mendengarkan cerita H. Wahid dari istrinya, H. Wahid pun mulai menceritakan sejarah Syaikh Maulana Ishaq. Sejarah Syaikh Maulana Ishaq yang beliau dapatkan dari lisan ke lisan sangat beliau hafal secara rinci dan akurat.

"Syekh Maulana Ishaq adalah putranya Jumadil Kubro yang ditugaskan di Jawa Timur. Petilasannya sudah banyak, karena Mbah Ishaq ini tidak menetap. Hanya saja, Mbah Ishaq paling lama singgah di Pecaron ini, sekitar 6-7 bulan lamanya Mbah Ishaq menetap disini,” kata beliau saat diwawancara.

“Petilasan Mbah Ishaq juga ada di Bantungan Situbondo, di Blambangan juga ada. Dulu, jika bertamu ke Mbah Ishaq harus membaca bismillah 3x sebelum menikmati makanan yang beliau suguhkan,” lanjutnya.

Sambil menjawab pertanyaan dari kami, H. Wahid mempersilahkan untuk menikmati makanan yang disuguhkan. Kami hanya mengiyakan tanpa mengambil makanan itu. 

Bukan tidak menghormati, namun diberi wawasan tentang Syaikh Maulana Ishaq saja kami sudah cukup terlayani sebagai tamu.

Baca juga : 

H. Wahid melanjutkan, “Mbah Ishaq ini mempunyai silsilah yang nyambung dengan Wali Songo. Dan juga, Mbah Ishaq ini memiliki keterikatan sejarah dengan Ken Arok, suami dari Ken Dedes.”

Kami sangat puas dengan sejarah Syaikh Maulana Ishaq yang beliau ceritakan. Selanjutnya, kami bertanya segala hal pada beliau. 

Ada dua orang yang waktu itu bertanya, saya dan Sahabat Agil.

"Mohon maaf sebelumnya, Kyai. Saya pernah mendengar mitos dari masyarakat, bahwa jika ingin ziarah ke Pecaron ini tidak boleh mampir ke wisata lain. Misalkan, Pasir Putih dan semacamnya. Apakah mitos itu benar?” kata sahabat Agil.

H. Wahid yang mendengar pertanyaan itu hanya tersenyum, kemudian beliau menjawabnya.

"Masyarakat memang menjadikan Pecaron ini sebagai tujuan akhir. Entah tour religi maupun lainnya. Dari tour itu, entah bahagia atau tidak, tujuan akhirnya adalah Pecaron. Kenapa harus Pecaron? Karena dengan kalian menjadikan Pecaron ini sebagai tujuan akhir, maka kalian akan sadar bahwa semuanya bukan tentang kesenangan dan kebahagian. Faham?” 

Sahabat Agil hanya mangguk-mangguk setelah pertanyaannya dijawab. Entahlah, ia paham atau tidak. Saya sendiri pun tidak tahu.

Saya tunggu yang lain untuk mengajukan pertanyaan selanjutnya pada H. Wahid. Karena tidak ada yang ingin bertanya lagi, saya pun akhirnya bertanya. Sebelumnya, beliau mempersilahkan lagi pada kami untuk menikmati makanan yang disuguhkan.

"Jadi begini, Kyai. Setiap manusia itu mengalami jenuh dan malas. Guru saya pernah bilang bahwa jadikan shalat itu sebagai kebutuhan bukan kewajiban. Dawuh beliau sudah saya lakukan, namun rasa jenuh dan malas itu kian datang lama-kelamaan. Nah, cara melawan rasa jenuh dan malas ini bagaimana, Kyai?” tanya Saya pada H Wahid

"Ya, manusia memang memiliki sifat itu. Cara melawannya adalah tergantung pada diri kita sendiri dalam mengendalikan insting. Insting ini ada yang liar dan ada yang piaraan. Insting yang liar itu cara melawannya tergantung bagaimana kamu mengendalikannya. Kalau kamu tidak bisa, tentu kamu tahu apa yang akan terjadi,” jelas H. Wahid sambil mengepulkan rokok pertamanya.

Selain beliau mempersilahkan untuk menikmati makanan yang disuguhkan, beliau juga mempersilahkan rokoknya untuk dikepulkan oleh kami yang merokok. Dan yang tidak merokok, memilih untuk menikmati suguhan makanan.

“Kemudian ada insting piaran. Insting ini harus kalian rawat walaupun banyak halangan. Rawatlah insting ini dengan ikhlas dan iqamah,” tambahnya.

Lumayan lama kami mewawancarai H. Wahid tentang sejarah Syaikh Maulana Ishaq ini. Kurang lebih 45 menit kami berbincang-bincang dengannya seputar Pecaron dan Syaikh Maulana Ishaq. 

Kami mulai menghabisi minuman yang disuguhkan oleh H. Wahid, setelah itu kami akan pamit pulang. Niat itu tanpa diucapkan, H. Wahid sudah mengetahui bahwa kami ingin pulang. 


Penulis : Maulana Haris

Editor : Muhlas

Diberdayakan oleh Blogger.