Curahan Hati Seorang Anak

Ilustrasi, (Foto : Tim Kreatif)
Tidak lama kemudian Lista dibawah ke Rumah sakit dan dimasukkan ke ruang UGD. Ara cemas dan langsung menelepon Tante Lista. Telepon berdering, namun tak ada jawaban di balik telepon. Ara semakin cemas, ia memilih menelepon orang tuanya setelah Tantenya tidak bisa dihubungi.

Ara langsung memeluk orang tuanya saat mereka datang. Ara menangis tersedu-sedu di pelukan orang tuanya. Tak ada yang ia ucapkan, hanya tangisan yang membludah darinya.

“Ara, ini kenapa, Nak? Bagaimana ini bisa terjadi?” Ucap Ibu Ara mengelus punggung Ara kemudian mencium kepalanya.

Dengan isakan tangisnya Ara menjawab, “Ini semua salah Ara, Bu.”

Baca Juga : 

“Ara, lihat Ayah!”

“Jangan menyalahkan dirimu sendiri, coba ceritakan bagaimana ini bisa terjadi.”

Isakan tangis Ara belum selesai. Ia menceritakan sambil menangis bagaimana Lista bisa tertabrak. Awalnya, motornya mogok karena kehabisan bensin lalu Lista datang membantu dan membelikan bensin di seberang jalan dan akhirnya Lista ditabrak lari.

“Ini semua salah, Ara. Coba saja kalau Ara saja yang beli bensinnya tadi, pasti Lista tidak akan seperti ini,” ucap Ara terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri.

"Sudah, Nak. Kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini semua sudah takdir Allah,” sahut Ibunya menenangkan.

“Ara, ingat! Jangan sekali-kali kamu berandai-andai seperti tadi. Sesungguhnya Allah membenci orang yang berandai-andai. Berandai-andai seperti itu membuka peluang setan untuk beraksi. Mengerti, Nak?” Ucap Ayah Ara menasehati.

“Iya, Ayah.” Ara masih menangis.

“Kamu sudah menelpon Tante Lista?” Tanya Ibunya.

“Sudah, Ibu, tapi tidak diangkat,” jawab Ara.

Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan UGD, mereka pun bergegas menghampirinya.

“Keluarga pasien?” Ucap dokter tersebut.

“Iya, Dok. Bagaimana keadaan Lista?” Tanya Ayah Ara pada dokter tersebut.

“Keadaan pasien saat ini masih kritis, kecelakaan yang menimpa pasien sangat parah dan terjadi benturan yang sangat keras di bagian kepalanya. Pasien kemungkinan akan mengalami koma, tidak tahu sampai kapan,” jelas dokter tersebut.

“Apa pasien bisa diselamatkan, Dok?” Tanya Ara.

“Kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien, semoga saja pasien bisa diselamatkan. Saya permisi dulu,” kata dokter lalu pergi.

Handphone Ara bergetar. Di layar handphone-nya, ada panggilan dari Ibunya Lista. Ara langsung mengangkat telepon.

“Halo. Assalamu'alaikum, Tante.”

“Wa'alaikum salam, Ada apa, Ra?”

“Ini tentang Lista, Tante.”

“Kenapa dengan Lista, Ra? Jangan buat Tante penasaran, segera katakana.”

“Lista kecelakaan dan sekarang di rawat di rumah sakit, Tante.”

Mendengar anaknya kecelakaan, Ibunya Lista langsung bergegas menuju rumah sakit. Sesampainya di sana, Ibunya Lista langsung menghampiri Ara dan orang tuanya.

“Ra, bagaimana keadaan Lista sekarang? Lista baik-baik saja, kan?” Tanya Ibunya Lista sambil memegang tangan Ara.

“Keadaan Lista saat ini kritis, Tan, kemungkinan Lista akan mengalami koma,” sahut Ara menunduk.

“Bagaimana ini bisa terjadi?” Kata Ibunya Lista kemudian duduk dan menangis.

“Aku tidak sanggup jika harus kehilangan Lista,” ucap Ibu Lista memegang kepalanya.

Ara mencoba menenangkan tantenya, sedang orang tuanya masih tidak percaya dengan kajian yang menimpa Lista. Pelakunya juga tidak bertanggung jawab.

Ara masih merasa bersalah, tetapi dia juga tidak bisa menyangkalnya karena ini sudah takdir dari Allah SWT. Ia dan keluarga hanya bisa berdo'a untuk kesembuhan Lista. Ia juga tidak siap kehilangan sepupunya yang begitu baik dan sangat penyayang.

Pintu ruangan UGD terbuka. Kali ini suster yang keluar, bukan dokter. Suster itu mengatakan kalau Lista sudah melewati masa kritisnya. Tetapi, yang boleh menjenguknya hanya satu orang saja.

Ibunya Lista langsung masuk tanpa basa-basi. Lista terbaring nyenyak dengan alat-alat medis. Ibunya yang melihat Lista terbaring tak berdaya langsung menangis dan sesak lantaran tak sanggup melihat anaknya dalam keadaan seperti itu.

“Lista, bangun, Sayang. Ini, Ibu,” ucap Ibu Lista menangis sambil memegang tangan Lista.

“Ibu minta maaf, Nak, sudah sangat keterlalu sama Lista. Ibu minta maaf. Ibu sayang Lista.”

“Bangun, Sayang. Ibu ndak siap kehilangan kamu, Nak,” ucap Ibu Lista tetap menangis meletakkan pipinya ke tangan Lista.

“Tante,” panggil Ara.

“Ara menemukan ini di tas Lista, Tante,” ucap Ara memberikan secarik kertas.

“Apa ini, Ra?” Jawab Ibu Lista.

“Baca saja, Tante,” sahut Lista kemudian keluar ruangan.

Kertas itu langsung diambil dan dibuka oleh Ibu Lista.

‘Assalamu'alaikum, Ibu...

Kalau surat ini sudah dibaca oleh Ibu, itu tandanya Lista sudah tidak bersama Ibu lagi. Terima kasih sudah merawat, meluangkan waktu, dan mengajari Lista tentang banyak hal. Di dunia ini tidak hanya ada kebahagiaan, tapi juga kesedihan. Terima kasih sudah menjadi Ibu sekaligus Ayah untuk Lista. Lista bangga punya Ibu walaupun sifat Ibu berubah setelah kepergiaan Ayah. Lista percaya Ibu akan kembali seperti dulu lagi dan menemukan keikhlasan untuk menerima takdir bahwa Ayah sudah wafat.

I love you mom.

Lista

Baca Juga :

Air mata Ibu Lista mengalir seketika. Sikapnya yang dingin pada anaknya memenuhi pikirannya. Ia merasa bersalah karena sudah menelantarkan Lista, padahal Lista selalu merawatnya dengan baik.

Isak tangisnya belum usai, Ibu Lista dikagetkan oleh tubuh Lista yang kejang-kejang. Ia berteriak memanggil-manggil dokter. Setelah datang, ia dipersilahkan menunggu di luar dan Lista akan ditangani oleh dokter.

“Banyak berdoa, Bu, semoga pasien bisa selamat,” ucap suster kemudian menutup pintu.

Ibu Lista mondar-mandir memikirkan anaknya yang masih ditangani dokter. Ibu Lista sangat berharap masih bisa melihat dan meminta maaf pada anaknya. Selang beberapa lama, akhirnya dokter keluar.

“Maaf, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, tetapi tuhan berkata lain. Pasien meninggal dunia, kami turut berduka cita,” ucap dokter ikut bersedih atas meninggalnya Lista.

Ibu Lista langsung menangis sekuat-kuatnya. Ia tak menyangka kalau anaknya akan pergi secepat ini. Ara dan keluarganya juga menangis mendengar hal itu. Tak ada yang menerima kematian Lista, apalagi ibunya yang belum sempat meminta maaf atas sikapnya selama ini. Ara yang sejak awal menganggap dirinya sebagai biang keladi dari kematian Lista sangat terpuruk menatap mayat Lista.

Ibu Lista masih menangis memegang tubuh kemudian memeluk anaknya erat-erat. Ara tak bicara sepatah pun. Ia hanya bisa menangis sambil memeluk ibunya.

“Sudah, Bu. Ikhlaskan saja Lista pergi. Doakan Lista semoga tenang di alam sana,” ucap Ibu Ara pada Ibu Lista.

Ibu Lista masih memeluk anaknya tak mendengarkan ucapan Ibunya Ara.

“Jangan tinggalkan Ibu, Nak,” ucapnya mengecup kening Lista.

Setelah agak lama, suster berusaha menjauhkan jenazah Lista dari ibunya. Ibu Lista tak mengijinkan, namun karena bujukan Ibu Ara akhirnya mengijinkan. Jenazah Lista ditutup dengan kain kemudian dibawa ke kamar jenazah.

Semenjak itu, Ibu Lista sangat terpukul. Ia sudah kehilangan suaminya dan sekarang ia juga kehilangan anaknya. Ibu Lista hanya bisa berdo'a untuk anak dan suaminya semoga tenang di alam sana. Ia mencoba ikhlas atas kepergian suami dan anaknya.

Di belakang rumahnya, Ibu Lista memegang foto suami dan anaknya sekadar mengenang keduanya dan tanpa ia sadari ada dua sosok bayangan di balik pohon tersenyum melihatnya. Ibu Lista juga tersenyum melihat sosok itu, ia berkeyakinan bahwa itu Lista dan suaminya.

Jagalah dengan baik apa yang kita miliki. Karena sesuatu yang kita miliki akan terasa sangat berharga ketika sesuatu itu sudah menghilang dari kita.

 

Penulis : Wulanda Ega Novelia

Editor  : Muhlas




Posting Komentar

Berikan Komentar Untuk Artikel ini?